Search

Lebaran di Masjid Lautze: Rumah Para Mualaf

Jakarta, CNN Indonesia -- Bila ada satu masjid yang bisa disebut rumah bagi para mualaf (sebutan untuk pemeluk yang baru masuk Islam), maka itu adalah masjid Lautze, Jakarta.

Meski disebut masjid, bangunan Lautze tak seperti rumah ibadah muslim pada umumnya. Masjid Lautze tak memiliki kubah atau menara.

Masjid Lautze terletak di deretan ruko di bilangan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Masjid yang terletak di jalan Lautze nomor 87-89, Pasar Baru, ini bercorak merah-kuning khas rumah ibadah Konghucu.

Bangunan masjid berlantai tiga itu sengaja didirikan di tengah-tengah permukiman etnis Tionghoa. Tujuannya tak lain untuk memperkenalkan nilai-nilai Islam kepada warga Tionghoa yang sudah lebih dulu tinggal di sana.

Masjid ini dinaungi oleh Yayasan Haji Karim Oei. Ali Karim Oei (60), ketua yayasan tersebut menyatakan masjid ini adalah jawaban dari pembauran penduduk Tionghoa dengan pribumi yang tidak berhasil di masa lalu.

Ali menilai, jika tak ada upaya lebih lanjut, sekat sosial di antara dua komunitas akan tetap ada. Hal ini malah akan merugikan komunitas Tionghoa itu sendiri. Itu sebabnya pada 1991, Karim Oei, ayah Ali, mendirikan masjid Lautze.

Ia mengatakan, dari dulu sampai sekarang, etnis Tionghoa masih banyak yang mengaggap sebagai orang asing di Indonesia. 

"Sementara orang Arab baru datang tangannya langsung dicium," ujar Ali berkelakar.

Ia membandingkan keadaan di Indonesia dengan negara seperti Filipina dan Thailand yang juga memiliki penduduk beretnis Tionghoa. Menurutnya warga Tionghoa di kedua negara itu relatif lebih aman karena mereka melebur di agama mayoritas, Budha atau Nasrani. Sementara di Indonesia, hal seperti itu sulit terjadi.

Untuk itu, masjid Lautze dibuat untuk mendorong pengertian nilai-nilai Islam di tengah masyarakat keturunan Tionghoa. Seperti diketahui, warga keturunan Tionghoa di Indonesia lebih umum dikenal memeluk keyakinan Nasrani dan Buddha.

Magnet Bagi Pencari Tuhan

Keterbukaan dan toleransi jadi nilai yang paling menonjol dari masjid Lautze. Sifat itu pula yang membuat masjid Lautze seakan magnet bagi orang asing yang ingin belajar Islam dari nol.

Eko Tan adalah salah satu contoh tersebut. Pria keturunan Tionghoa ini datang pertama kali pada 2013 lalu. Melalui pengalaman pribadi yang ia alami, ia mendalami Islam di Lautze.

"Di sini tempatnya orang-orang yang mencari ketenangan batin," kata Eko.

Orang-orang yang dimaksud oleh Eko adalah para mualaf dan pengembara spiritual seperti dirinya. Menjadi mualaf pada 1982, ia mengaku baru kali ini punya keterikatan yang kuat dengan sebuah masjid.

Selain beribadah, Eko ikut berbagai kegiatan yang dilaksanakan pengelola masjid. Pada salat Id kali ini, ia ikut membantu menggulung karpet dan membersihkan pelataran masjid.

Farid Muhammad, pria musafir berusia 35 tahun asal Tarakan, Kalimantan Utara, juga terkesima dengan suasana yang ia rasakan di masjid Lautze. Meski ia agak kaget dengan bentuk bangunannya, Farid senang dengan keramahtamahan yang ditunjukkan oleh pengurus masjid.

"Insyaallah kembali ke sini tahun depan," ujar Farid.

Pusat Asimilasi

Melihat antusiasme jemaat di komunitas masjid membuat Ali yakin bahwa upaya yang ayahnya rintis membuahkan hasil.

Ia dengan tegas menyebut fungsi pendirian masjid Lautze adalah memberi informasi bagi warga Tionghoa agar ilmu tentang Islam lebih dapat dikenal dekat.

Untuk mendukung cita-cita itu, pengurus Masjid Lautze selalu siap hadir untuk sekadar ditanyai mengenai Islam ataupun membimbing calon mualaf mengucapkan dua kalimat syahadat.

"Di tempat kami mudah, cuma bawa materai bisa masuk Islam, dapat bingkisan pula," kata Ali sambil terkekeh.

Dengan cara tersebut, hampir tiap hari Lautze mengislamkan seseorang. Sebuah papan di depan masjid memajang jumlah orang yang jadi mualaf. Pada tahun 2016, total ada 88 orang pemeluk baru Islam. Sementara di tahun berjalan ini setidaknya sudah ada 41 penduduk yang masuk Islam berkat bimbingan masjid Lautze.

"Secara keseluruhan kami sudah memualafkan ribuan orang," lanjut Ali.

Tidak seperti masjid lain yang ramai oleh pengajian dan diskusi agama yang 'kelas berat', masjid Lautze ramah untuk pemeluk Islam baru hingga warga non-muslim itu sendiri. Ryan (25), salah satu jemaat keturunan Tionghoa yang rutin datang ke sana, mengaku Lautze bukan tempat belajar ilmu fiqih. Namun untuk pemula, Lautze adalah tempat yang sempurna.

"Memang di sini belajarnya terkesan remeh karena belajar hijaiyah (huruf Arab), tapi saya merasakan semangat Islam mereka (mualaf) yang kuat," ujar Ryan.

Ia juga mengungkapkan alasan masjid Lautze kerap dipilih para calon mualaf hingga dikenal sebagai masjidnya para mualaf.

"Karena kita enggak aneh-aneh, enggakpernah ada masalah, dan kita menerima siapa saja yang mau belajar tentang Islam," ucapnya.

Menurut Ryan, pengelola masjid membuka pintu selebar-lebarnya bagi muslim maupun non-muslim yang ingin memperdalam ilmu Islam. Dirinya bersama ustaz lain di masjid siap menampung pertanyaan dan kegundahan mereka yang ingin mencari Islam di Masjid Lautze. (eks)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Lebaran di Masjid Lautze: Rumah Para Mualaf : http://ift.tt/2u3cri8

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Lebaran di Masjid Lautze: Rumah Para Mualaf"

Post a Comment

Powered by Blogger.