Salah satu caranya dengan menyediakan ruang yang lebih memadai bagi jalur pedestrian di kawasan tersebut, dengan melebarkan badan trotoar hingga 10 meter. Trotoar tersebut direncanakan lengkap dengan area berdagang yang disewakan kepada pedagang kaki lima (PKL) maupun pemilik usaha kecil menengah (UKM) yang ditata sedemikian rupa menyerupai sebuah kafe atau restoran.
"Jadi, modelnya seperti kota-kota di Eropa dan Amerika. Di sana, kafe dan restoran menyatu dengan trotoar. Kami ingin membuat kawasan ini jadi area, yang dalam istilah anak muda sekarang, tempat hang out. Bayangkan bisa hang out di Sudirman-Thamrin," ucap Ahok saat itu.
Dalam desain rute MRT Fase I, koridor selatan-utara yang menghubungkan Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia, ada rel sepanjang 15 kilometer dengan 13 stasiun. Dari ke-13 stasiun itu, ada 7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah.
Dengan demikian, akan ada enam titik lokasi pintu masuk stasiun MRT yang harus dibangun di trotoar yang tentunya harus memiliki lebar tertentu agar mampu menampung penumpang yang masuk-keluar stasiun.
Kepala Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Yusmada Faisal mengatakan rencana pelebaran trotoar masih sesuai rencana meski saat ini Ahok tak lagi jadi gubernur.
"Begitu pengerjaan pembangunan MRT selesai sepenuhnya, pembangunan trotoar pun harus selesai," kata Yusmada, kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/8).
Untuk pelebaran jalur pedestrian di kawasan Sudirman-Thamrin, Dinas Bina Marga berencana mengurangi satu lajur di jalur lambat untuk dijadikan trotoar. Yusmada pribadi mengaku tidak khawatir bila lajur untuk kendaraan di kawasan ini justru berkurang.
Karena menurutnya, tujuan dari pembangunan MRT adalah mengubah kebiasaan bepergian masyarakat ibu kota, agar mau menggunakan transportasi umum untuk perjalanan sehari-hari. Apalagi itu MRT sudah bisa digunakan.
Kawasan Jalan Jenderal Sudirman yang direncanakan akan dibangun trotoar hingga 10 meter. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
|
"Kalau penggunaan kendaraan pribadi sangat berkurang, apakah jalur lalu lintas sampai 6 lajur (di kawasan Sudirman-Thamrin) itu masih diperlukan? Saat MRT mulai beroperasi, yang harusnya dipikirkan justru lalu lalu lintas pergerakan orang, karena jumlah pejalan kaki akan semakin tinggi," kata dia.
Untuk menghemat anggaran, pembangunan trotoar di kawasan ini, kata Yusmada, akan menggunakan biaya kompensasi koefisien lantai bangunan (KLB) dari swasta.
"Selain itu, pembangunan trotoar belum bisa dilakukan kalau pengerjaan (stasiun) MRT juga masih belum selesai sepenuhnya. Jadi, (pembangunan trotoar) ini tinggal tunggu giliran saja," kata dia.
Di sisi lain, saat wacana ini mencuat, Ahok sempat berharap para pengelola gedung di sepanjang kawasan Sudirman-Thamrin mau membuka pagar bangunan, yang selama ini jadi pembatas antara kawasan privat dan publik untuk pelebaran trotoar.
Meski belum ada pembicaraan lebih lanjut, Yusmada yakin bahwa saat pembangunan trotoar rampung, banyak pihak yang ingin berinvestasi untuk menata trotoar ini menjadi area terpadu seperti yang diimpikan gubernur sebelumnya.
"Kalau trotoar sudah semakin lebar, terus stasiun MRT sudah menjadi kawasan TOD (Transit Oriented Development), banyak orang lalu lalang, saya punya keyakinan mereka (pengelola gedung) akan membuka sendiri pagarnya. Mencari peluang bisnis untuk itu. Kalaupun tidak, lebar trotoar yang kami perkirakan sudah cukup lebar," kata Yusmada. </span> (sur)
Baca Kelanjutan Ahok dan Mimpi Trotoar 10 Meter di Jakarta : http://ift.tt/2vENwp1Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ahok dan Mimpi Trotoar 10 Meter di Jakarta"
Post a Comment