"Menurut saya itu bukan agama. Bukan dalam pengertian agama secara ilmiah," tutur orang yang kerap disapa Din Syamsuddin tersebut di Jakarta, Rabu (23/8).
Din menegaskan bahwa dirinya merupakan lulusan program studi Perbandingan Agama. Oleh karena itu, dia merasa paham betul dengan apa yang disebut agama.
Ia memang sempat mengenyam program studi tersebut di Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, angkatan 1980.
Din menjelaskan, suatu paham atau aliran bisa digolongkan sebagai agama jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya, ada wahyu yang diturunkan, memiliki kitab suci, dan menjalankan sistem ritus.
"Kalau itu dianggap agama, wah bisa ada ribuan agama nanti," kata Din. Kriteria agama secara ilmiah itu terbatas. Kita tidak bisa bebas sebebasnya,” tutur Din.
Sebelumnya, Ayah Mursid yang merupakan tetua masyarakat Badui Dalam Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, meminta pemerintah memuat agama lokal "Selam Sunda Wiwitan" yang dianut warga Badui pada kolom KTP.
"Kami berharap keyakinan masyarakat Badui yakni Selam Sunda Wiwitan diakui oleh pemerintah dan dicantumkan pada e-KTP," kata Ayah Mursid, di Lebak, Selasa (22/8), seperti dilansir dari Antara.
Ayah Mursid mengatakan, masyarakat Badui khususnya yang tinggal di kawasan Gunung Kendeng keberatan jika agamanya tidak dicantumkan pada kolom KTP. Apabila agamanya tidak dicantumkan, masyarakat Badui merasa seolah-olah tidak memiliki agama.
Masyarakat Badui saat ini berjumlah sekitar 11.699 jiwa. Sejak 1970 hingga 2010, kepercayaan mereka tertulis pada kolom KTP. Saat ini, kolom agama pada KTP hanya agama resmi yang diakui pemerintah, yakni Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. </span> (has)
Baca Kelanjutan MUI Anggap Sunda Wiwitan Bukan Agama : http://ift.tt/2g5WvJZBagikan Berita Ini
0 Response to "MUI Anggap Sunda Wiwitan Bukan Agama"
Post a Comment