Kalimat itu ditulis di atas spanduk berukuran dua meter yang terpampang di akses masuk Jalan Jami, Desa Sukajaya, Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat lokasi Pondok Pesantren Pesantren Tahfizh Alquran Ibnu Mas'ud berdiri.
Ini macam penanda renggangnya hubungan pondok pesantren itu dengan warga setempat. Hal itu terkait dengan dugaan pembakaran umbul-umbul merah putih, sehari jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia.
Warga meminta pengurus segera menghentikan aktivitas Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud yang dianggap meresahkan.
Namun, Kepala Yayasan Al Urwatul Usro, Agus Purwoko, menyatakan masyarakat yang mendesak agar Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud menghentikan aktivitasnya berasal dari desa lain.
Dia mengklaim, hubungan pihaknya dengan warga Desa Sukajaya masih terjalin dengan baik.
"(Hubungan) baik, kasus kemarin itu demo warga itu kelurahan lain," kata dia saat ditemui CNNIndonesia.com, di Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud, Senin (11/9).
Mengklaim Hubungan Baik
Dia menjelaskan hubungan baik antara pihaknya dengan warga Desa Sukajaya telah terjalin sejak Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud pindah dari Depok ke Bogor pada 2011.
Bahkan, Agus mengklaim, warga Desa Sukajaya menawarkan diri untuk menghadapi pihak-pihak yang meminta Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud membubarkan diri.
Namun, lanjut dia, pihaknya menolak tawaran itu dan meminta warga menyerahkan penanganan kasus kepada pihak kepolisian.
"Waktu bangun ini, kami minta tanda tangan warga dari RT dan RW. Kasus kemarin demo warga itu desa lain, warga (desa) di sini bertanya untuk menghadapi massa (tapi) kami bilang sudah ada polisi, biarkan saja polisi," katanya.
Dia pun meminta masyarakat tidak menghakimi santri di Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud. Menurut dia, masyarakat harus dapat memisahkan antara kesalahan yang dilakukan oleh orang tua dan anaknya.
"Anak ini tidak berdosa, yang berdosa orang tuanya, saya urus mereka tanpa lihat latar belakang orang tuanya," kata dia.
Namun demikian, pernyataaan Agus soal desakan pembubaran oleh warga desa lain dibantah oleh Ncep, warga Desa Sukaluyuh—desa yang berbatasan langsung dengan Desa Sukajaya.
Dia mengatakan masyarakat sekitar desanya tidak pernah terlibat dalam aksi itu. Dia mengklaim, hanya pernah mendengar aksi pembakaran bendera yang terjadi di Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud.
"Saya hanya mendengar omongan warga saja dari mulut ke mulut, terkait dengan aksi pembakaran bendera yang terjadi di pondok pesantren itu," ujarnya.
Pemantauan Polisi
Kepala Sub Bagian Humas Polres Bogor Ajun Komisaris Ita Puspita membenarkan perihal meruncingnya hubungan antara Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud dengan warga sekitar. Menurutnya, hal tersebut terjadi usai dugaan pembakaran umbul-umbul merah putih.
"Masyarakat tidak senang bahwa pasang umbul-umbul di sana dibakar oleh tenaga pengajar di sana,” katanya.
Dia pun menyampaikan Polsek Taman Sari masih melakukan pemantauan terhadap aktivitas Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud.
Langkah ini dilakukan terkait munculnya dugaan mantan santri Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud bernama Hatf Saiful Rasul tewas saat menjadi petarung ISIS di Suriah.
"Polisi tidak bisa bicara opini, harus fakta. Polsek sedang lakukan penyelidikan," ujar dia.
“Itu sudah, mereka berjanji akan ditutup. Tidak akan di situ, tidak di Tamansari dan juga di Kabupaten Bogor tidak boleh,” kata Nurhayanti pada Agustus lalu. </span> (asa)
Baca Kelanjutan Bocah Petarung ISIS, Merah Putih dan Pesantren Ibnu Mas'ud : http://ift.tt/2x02cPEBagikan Berita Ini
0 Response to "Bocah Petarung ISIS, Merah Putih dan Pesantren Ibnu Mas'ud"
Post a Comment