Kenangan itu seakan tak bisa dilupakan oleh pria yang berjualan satai tersebut, meski saat itu ia masih berusia tujuh tahun.
Seraya menusuk daging ke tusukan satai, Wayan pun menceritakan bagaimana dasyatnya letusan Gunung Agung kala itu.
Wayan menuturkan, Gunung Agung memuntahkan material vulkaniknya pada pagi hari, sekitar pukul 08.00 WITA.
Bukan hanya sekali, gunung api tersebut beberapa kali erupsi yang ditandai dengan bunyi dentuman keras.
"Letusan berkali-kali, terus hujan abu, pasir, dan kerikil," kata Wayan kepada CNNIndonesia.com, Minggu (24/5).
Pria yang kini berusia 61 tahun tersebut mengatakan saat itu letusan memang terjadi secara tiba-tiba. Meskipun sebelumnya memang ada gempa dengan kekuatan kecil yang terus terjadi.
|
Gempa besar itu juga mengakibatkan rumah milik keluarga Wayan yang saat itu berbahan dasar tanah liat juga roboh.
Setelah meletus, lanjutnya, lava yang keluar dari Gunung Agung pun bisa terlihat dari Desa Rendang.
Pada waktu itu, persiapan pengungsian tidak dilakukan sehingga ribuan warga tewas. Belum ada sistem mitigasi bencana seperti yang ada saat ini.
"Belum ada pengungsian waktu itu," kata Wayan.
Pengalaman Wayan di tahun 1963 itu membuatnya tak terlalu khawatir dengan status Gunung Agung yang saat ini berstatus awas.
Sampai saat ini, ia dan istrinya masih bertahan di rumah dan belum memiliki rencana untuk mengungsi. Apalagi, daerah tempat tinggalnya memang masih tergolong daerah aman.
Ia pun masih rutin berjualan satai setiap pagi bersama sang istri mulai pukul 06.00 WITA.
"Masih aman di sini," ujar Wayan yakin.
BNPB memastikan, Gunung Agung belum meletus namun area dalam radius 12 km harus disterilkan. </span> (sur)
Baca Kelanjutan Cerita Warga Bali soal Dahsyatnya Letusan Gunung Agung 1963 : http://ift.tt/2weQoWUBagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Warga Bali soal Dahsyatnya Letusan Gunung Agung 1963"
Post a Comment