Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menjelaskan, dalam Pasal 15 ada keterangan yang menyebutkan selain dari APBN dan APBD, pendanaan atas pelaksanaan PPK dapat bersumber dari masyarakat.
"Di sinilah letak rawan, Pungli akan sangat mudah dimainkan oleh sekolah dan komite sekolah. Yang sudah jelas-jelas dilarang saja masih ada pungutan, apalagi ada lampu hijau," kata Ubaid dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/7).
Kata Ubaid, pihak sekolah bisa dengan mudah memungut beragam iuran kepada wali murid untuk menunjang kegiatan PPK di sekolah dengan menggunakan dasar Perpress PPK ini.
"Semua itu tidak bisa diterapkan oleh pihak sekolah tanpa adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan dalam Perpres 87/2017," katanya.
Aturan Turunan
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 harus didukung dengan aturan turunan seperti penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta menteri lain yang bertanggung jawab atas pelaksanaan aturan tersebut.
Penerbitan Permen dibutuhkan agar implementasi Perpres dapat dilakukan efektif. Alasannya, isi Perpres disebut belum memuat definisi yang jelas ihwal penguatan pendidikan karakter bagi anak didik.
"Bagaimana pun konsep Perpres yang dituangkan tidak akan bisa dipahami secara utuh oleh masyarakat bagaimana realisasinya di lapangan kecuali dengan adanya permen," kata anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PPP Reni Marlinawati di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (7/9).
Kementerian yang bertanggung jawab atas implementasi Perpres adalah Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi.
Penerbitan Perpres 87/2017 disebut dapat menenangkan kisruh di masyarakat ihwal penerapan waktu belajar-mengajar di sekolah. Aturan itu diterbitkan karena muncul penolakan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "'Perpres Penguatan Pendidikan Karakter Rawan Pungli'"
Post a Comment