Pengendara harus siap menerima terpaan debu pekat, apalagi kalau pengendara roda dua tepat berada di belakang roda empat. Mau tidak mau harus berhenti dahulu menunggu roda empat itu menjauh.
Menunggu ini juga bukan hal yang menyenangkan. Mata pengguna jalan tidak disajikan pemandangan nan indah melainkan pohon-pohon meranggas di wilayah Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Timur atau dikenal dengan nama hutan Sekaroh, serta bekas-bekas tegakan hutan dengan suasana kering kerontang karena sudah sekian bulan tidak tersiram air hujan.
Suasana demikian mulai berlangsung di batas Desa Sekaroh, Kecamatan Jero Waru. Debu dari tanah menempel di kaca roda empat hingga mengganggu pengemudi. Pengemudi pun harus memiliki kelihaian untuk bermanuver di jalan yang menanjak.
Memang bisa dikatakan, jalur yang brutal. Sehingga wajar saja banyak orang jerih untuk menapaki ruas jalan itu, yakni, ruas jalan menuju pantai nan eksotik di Lombok Timur yang dikenal dengan nama Pantai Pink.
Nama Pantai Pink ini mulai mengemuka setelah viral di media sosial sehingga banyak wisatawan lokal maupun mancanegara penasaran dan ingin membuktikan pasir pantai yang bisa berwarna pink itu.
"Memang kondisi jalan banyak dikeluhkan oleh pengunjung," kata Abdullah, salah seorang pedagang makanan dan minuman di objek wisata tersebut.
Setelah menapaki ruas jalan selama sekitar 45 menit, pengunjung akan menemui jalan bercabang yang satu ke arah Pantai Pink dan satu lagi ke Tanjung Ringgit. Pengendara harus mengambil jalan ke arah kiri.
Menjelang sampai jalan bercabang itu, jika melihat ke arah kiri jalan akan terlihat sekilas pemandangan nan indah dengan laut biru tua dan biru muda serta pantai putih hingga memaksa ingin segera mencapai pantai yang banyak disebut-sebut oleh para pecinta medsos itu.
Setelah berbelok ke arah kiri, dengan jalan semi permanen. Bentangan alam nan ciamik mulai terbuka lebar bak pertunjukkan teater saat tirai dibuka perlahan-lahan.
Terbayar sudah perjuangan panjang dikocok-kocok perut pengunjung menapaki ruas jalan penuh perjuangan itu, sembari tidak memikirkan bagaimana pulang kembali ke Desa Sekaroh yang tentunya akan menapaki jalan yang sama tersebut.
"Informasinya jalan akan diaspal pada tahun depan. Yang jelas kami berharap segera diperbaiki hingga akan lebih banyak lagi pengunjungnya," kata Abdullah yang mengaku sudah 25 tahun berjualan di lokasi tersebut.
Mungkin karena banyak wisatawan yang mengetahui kondisi ruas jalan yang buruk itu, maka banyak wisatawan yang tiba di sana menyewa perahu dari Pantai Kuta Mandalika. Dengan menyewa perahu Rp350 ribu, maka pengunjung akan dibawa ke Pantai Pink I, Pink II dan Batu Payung.
"Saya sewa perahu bersama rombongan dari Lombok Timur," kata Eva, pengunjung asal Jakarta, sehingga dirinya tidak melewati jalan yang buruk tersebut.
Sebelumnya pada 29 Januari 2014, Antara melaporkan investor asal Swedia melirik potensi pariwisata di Pantai Pink yang terletak di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Untuk meyakinkan investor Swedia itu, Menparekraf Mari Elka Pangestu mengajak Duta Besar Swedia dan sejumlah investor Swedia, berkunjung ke Pantai Pink (pantai yang berwarna pink) di Lombok," kata Kabag Humas dan Protokol Setda NTB Tri Budiprayitno saat itu.
Jarak BIL dengan kawasan Pantai Pink sekitar 100 kilometer dengan waktu tempuh sekitar dua jam perjalanan darat.
Hanya sayangnya pernyataan pejabat di lingkungan Pemprov NTB pada empat tahun silam, sampai sekarang kondisi Pantai Pink belum juga diperhatikan dengan baik.
Bukan hanya buruknya jalan, demikian pula dengan tiadanya tempat mandi untuk bilas pengunjung yang sudah berenang di pantai. Nilai minus lainnya tidak adanya penginapan. Memang sangat disayangkan melihat kondisi demikian.
Asal muasal
Sebenarnya sumber warna pink di pantai tersebut bukan dari warna pasir sesungguhnya, melainkan dari alga di dalam laut yang berwarna merah. Kemudian warnanya bercampur dengan pasir putih hingga terjadi perpaduan warna yang indah antara putih dan kemerahan.
Spot menarik untuk melihat pantai pink itu bisa dilihat dari atas bukit sisi sebelah kiri dari jalan masuk. Pengunjung harus mendaki ke atasnya dengan dua jalur, yakni jalur dari belakang warung dan melewati jalan setapak berkarang.
Sesampainya di atas, pengunjung bisa melihat keindahannya dengan warna pink di pantai bercampur air laut yang tenang dengan warna biru tua dan biru muda, sehingga menghasilkan nuansa indah yang tiada duanya.
Hanya keheningan yang terasa di sana membuat pengunjung rela berlama-lama di pantai yang jauh dari keramaian tersebut. Dari atas bukit itu juga pengunjung bisa melihat Pantai Pink II yang sepi dari pengunjung karena memang tidak berwarna pink, namun pasirnya itu yang membuat pengunjung tidak tahan untuk segera mengambil gambar dari kamera atau telepon selulernya.
"Bapak biasanya kalau ingin melihat pantai berwarna pink, bagusnya datang antara tanggal 16, 17 sampai 18. Itu sudah rutin. Apalagi berpadu dengan matahari terbit. Khususnya pada pagi hari," kata Abdullah.
Pengunjung juga bisa melihat biota laut dengan mengikuti snorkling atau diving. Untuk snorkling sudah tersedia penyewaan alatnya yang terhitung murah dengan biaya sekitar Rp100 ribu, kemudian sewa perahu yang bisa dibayar bersama-sama dengan pengunjung lainnya Rp350 ribu.
Hanya sayangnya segudang potensi keindahan di objek wisata bahari itu tidak dibarengi dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada, khususnya jalan raya. Pertanyaannya, apakah pihak terkait akan membiarkan terus keadaan demikian dan melupakan potensinya? Sayang sekali jika tidak segera dilakukan perbaikan.*
Baca juga: Seekor paus terdampar di pantai Lombok Timur
Pewarta: Riza Fahriza dan Dhimas Budi Pratama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pantai Pink butuh jalan mulus"
Post a Comment