"Pasti pengalaman spesial banget buat saya, karena sebagai petenis Grand Slam itu kan kasta dan pencapaian tertinggi," kata Christo saat berkunjung ke redaksi Antara di Jakarta, Jumat.
Christo pernah menjejaki permukaan lapangan keras di komplek Melbourne Park dan Billie Jean King National Tennis Center, lapangan tanah liat di Roland Garros maupun lapangan rumput All England Lawn Tennis and Croquet Club kala masih merintis karier di level junior, namun ia menegaskan tampil di arena-arena itu pada level pro adalah sesuatu yang sangat berbeda.
"Waktu junior saya sudah main di empat Grand Slam itu, Australia Open, French Open, Wimbledon dan US Open. Tapi bisa masuk Grand Slam di kelas profesional itu statement yang berbeda jauh dibandingkan junior," katanya.
"Sebab terjun ke profesional itu nggak gampang, itu baru tercapai kurang lebih 12 tahun setelah keluar dari level junior baru bisa masuk lagi ke babak utama Grand Slam," ujar Christo menambahkan.
Menjuarai nomor ganda putra Australia Open 2008 kelas junior bersama petenis Finlandia Henri Kontinen jadi raihan paling mentereng Christo, sebelum keduanya juga menjadi runner-up di kelas junir US Open tahun yang sama beberapa bulan berselang.
Akan tetapi, jalan terjal dilalui Christo ketika mulai memasuki kelas pro dan merintis karier di sektor tunggal, ia berusaha menembus Australia Open 2013 namun upayanya kandas di babak pertama kualifikasi.
Hampir 12 tahun setelah ia memasuki kelas pro sejak 2007, mimpi Christo terwujud berkat keberhasilan dua tahun beruntun menjuarai Busan Open ditambah Gwangju Open 2019, menjadi runner-up Sofia Open 2019, serta dua gelar sebelumnya di Da Nang Vietnam 2019 dan Shenzen China 2019 di nomor ganda putra berpasangan dengan petenis Taiwan Hsieh Cheng-peng.
Christo/Hsieh berhak tampil ke babak utama French Open 2019 pada Juni dan Wimbledon 2019 sebulan kemudian nomor ganda putra berpasangan berdasarkan peringkatnya di ranking ATP.
"Hasil jerih payah dan pengorbanan saya bisa dibilang terbayar di Grand Slam kemarin itu," ujar Christo.
Di permukaan tanah liat komplek Roland Garros, Christo/Hsieh melangkah ke putaran kedua dan memberi perlawanan sengit sebelum dihentikan pasangan Prancis Gregoire Barrere/Quentin Halys 6-7(6), 6-3, 3-6.
Sedangkan di Wimbledon, Christo/Hsieh memaksa pasangan Austria Oliver Marach/Juergen Melzer yang merupakan unggulan ke-14 melakoni pertandingan selama lebih dari tiga jam sebelum mendapati skor akhir 3-6, 4-6, 6-1, 6-2, 9-11 di putaran pertama.
Per 1 Juli 2019, Christo berada di peringkat ke-69 ranking ATP dan tentu berjuang untuk melanjutkan mimpinya agar bisa tampil juga di US Open pada akhir Agustus.
Baca juga: Petenis Christopher Rungkat ungkap rencana menikah
Baca juga: Christo sebut tantangan lolos ke Olimpiade 2020 cukup berat
Emas ke-10 yang sempurna persembahan Aldila dan Christopher
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Christo petik jerih payah 12 tahun wujudkan mimpi tampil di Grand Slam"
Post a Comment