Ada yang memandangnya perlu, namun tak sedikit yang melihat Perppu itu sebagai cara untuk membubarkan organisasi-organisasi yang dianggap mengancam NKRI tanpa melalui alur pengadilan.
Perppu ini langsung 'memakan' korban. Adalah organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang kemudian dicabut badan hukumnya oleh Kementerian Hukum dan Ham pada 19 Juli lalu.
Aksi bertajuk Aksi 287 ini bakal diikuti oleh beragam elemen, mulai dari alumni Aksi 411, 212, 313, dan beberapa organisasi yang turut menolak Perppu Ormas.
Seperti biasa, aksi ini akan dilaksanakan dengan titik kumpul di Masjid Istiqlal sebelum long march ke Mahkamah Konstitusi. Advokat GNPF-MUI Kapitra Ampera percaya diri Aksi 287 akan diikuti ribuan orang.
Atas hal itu, pengamat Hukum dari Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto menyebut, aksi 287 sebenarnya tidak perlu dilakukan lantaran pemerintah telah menyediakan saluran hukum kepada pihak yang keberatan terhadap Perppu Ormas.
Saluran hukum yang dimaksud tak lain adalah pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Suasana saat aksi 212. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Namun, ia mengingatkan bahwa aksi turun ke jalan juga harus mempertimbangan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Jika demo tetap dilakukan, Marcus menyebut hal itu malah bisa meninggalkan kesan negatif dari masyarakat sekitar.
"Tapi kalau terus-menerus dilakukan pun masyarakat akan bosan, tak ada yang berubah, yang berubah hanya stigma masyarakat," kata dia.
Menurutnya, penentu utama terkait keabsahan Perppu Ormas ada di ruang sidang MK, bukan di jalanan tempat aksi berlangsung.
"Jadi jangan melakukan satu hal secara terus-menerus, kalau sudah tahu hasilnya. Itu namanya sia-sia. Intinya, jangan melakukan hal yang sia-sia kalau hanya merugikan diri sendiri dan bahkan orang lain," ujar Marcus. (osc)
Baca Kelanjutan Aksi 287 di Tengah 'Ancaman' Kebosanan Masyarakat : http://ift.tt/2v2xs0cBagikan Berita Ini
0 Response to "Aksi 287 di Tengah 'Ancaman' Kebosanan Masyarakat"
Post a Comment