Peraturan tersebut dibuat untuk 'membubarkan' ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD '45.
Hal tersebut ditekankan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto beberapa hari lalu."UU Ormas tak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," kata Wiranto dalam keterangan resmi di Kemenkopolhukam, Rabu (12/7).
Pancasila, kembali yang dijadikan 'tameng' oleh pemerintah dalam melakukan 'pemberangusan' terhadap kelompok-kelompok yang dinilai sebagai ancaman bagi negara.
Bukan kali ini saja, Pancasila didewakan oleh rezim yang tengah berkuasa.
Mendiskreditkan Kelompok Tertentu
Pada era Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Pancasila juga pernah dijadikan 'mantra' untuk mendiskreditkan hingga membubarkan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan negara.
Soeharto mulai menghapus hari kelahiran Pancasila pada 1 Juni dan menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Penetapan hari tersebut, sebagai klaim rezim saat itu atas kegagalan PKI melakukan pemberontakan atau yang dikenal G30S.
Kemudian, Soeharto juga menginstruksikan agar semua kelompok berasas tunggal Pancasila. Bila ada yang menentang asas tunggal ini, mereka harus siap 'dihapus' keberadaannya.
Tak sampai di situ, pemerintah Orde Baru ketika itu, secara formal mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Program P4 itu wajib diterapkan di sekolah dan masyarakat.
|
Dari Soeharto ke Jokowi
Penguasa silih berganti, saat ini Rezim Jokowi pun melakukan hal 'serupa'. Pancasila kerap jadi 'mantra' pemerintah guna melawan kelompok-kelompok yang dicap bertentangan dan kerap mengkritik.
Lihat saja pada tahun ini, di mana pemerintah membuat kegiatan 'Pekan Pancasila' dalam rangka menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2017. Tak hanya itu, slogan 'Saya Indonesia, Saya Pancasila' dibuat dan diviralkan.
Puncaknya, sama seperti Soeharto, Jokowi pun membuat sebuah badan untuk melaksanakan tugas, dalam koordinasi, pengendalian, dan pembenahan pengajaran Pancasia di sekolah.
Pembuatan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas itu tak bisa dilepaskan dengan upaya pemerintah membubarkan Ormas yang bertentangan dengan Pancasila. Bahkan, pasca-penerbitan aturan tersebut, pemerintah langsung mendata Ormas yang anti-Pancasila.
Sedikitnya total Ormas yang ada di Indonesia mencapai 344.039. Ormas yang tidak berasaskan Pancasila dan UUD '45 siap-siap untuk dibubarkan.
Terbitnya Perppu 'Pembubaran' Ormas ini tentu menimbulkan pro kontra. Ormas, yang tampaknya dibidik oleh aturan tersebut, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tegas menolak dan akan mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu kelompok masyarakat sipil yang mendukung Perppu tersebut adalah Setara Institute. Ketua Setara Institute, Hendardi meminta masyarakat agar mendukung pemerintah, yang baru menerbitkan Perppu Ormas.
|
"Kalau enggak, kita-kita juga yang menuduh pemerintah lamban, Jokowi lemah, absen, abai, segala macam," tuturnya.
Ketentuan tentang cara pembubaran Ormas yang perlu dilakukan melalui pengadilan, sebagaimana diatur Pasal 68 UU Ormas pun dihapus dalam Perppu Ormas.
Peneliti senior Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono menilai, terbitnya Perppu Ormas tersebut untuk melarang HTI, yang sejak beberapa bulan lalu sudah dibidik pemerintah untuk dibubarkan, melakukan kegiatan di Indonesia.
"Tampaknya Perppu tersebut dibuat, guna melarang Hizbut Tahrir," kata Andreas kepada CNNIndonesia.com, Jumat (14/7) malam.
|
Dia menyebut, HTI juga diduga terlibat dalam tindakan intoleran di Indonesia, dengan mempropagandakan kebencian terhadap kelompok tertentu. Ini seperti Ahmadiyah, LGBT, hingga terakhir menebar kebencian terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dianggap menoda Islam.
Andreas menegaskan, Perppu Ormas tak sejalan dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan UUD '45 terkait dengan kebebasan berserikat.
"Ia (Perppu Ormas) berbahaya buat prinsip kebebasan berkumpul di Indonesia. Ia bisa membahayakan demokrasi kita," kata dia.
[Gambas:Youtube]
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Orde Baru,'Mantra' Pancasila dan Presiden Jokowi"
Post a Comment