Tepat dua hari sebelum peringatan kemerdekaan, perempuan keturunan Indonesia-Perancis itu dicoret dari daftar pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) di Istana Negara.
Alasannya, Gloria masih memegang paspor Perancis yang berlaku sejak Februari 2014 hingga Februari 2019.
Siswi Sekolah Islam Dian Didaktika Cinere Depok ini sempat kecewa, namun ia mengaku sama sekali tak menyesal.
"Dari sini saya bisa jadi dewasa. Saya belajar bahwa segala hal yang Anda inginkan belum tentu terwujud," ujar Gloria dalam konferensi pers di Kemenpora, setahun lalu.
Kemenpora saat itu tetap berupaya memastikan Gloria hadir dalam upacara peringatan hari kemerdekaan di Istana Negara, dan akhirnya ia hadir sebagai tamu dan duduk di tribun J dalam upacara pengibaran bendera pagi hari.
Namun belakangan upaya Kemenpora tak sia-sia. Gloria berhasil menemui Presiden Joko Widodo didampingi Menpora Imam Nahrawi untuk menyampaikan permasalahannya.
Ia akhirnya bergabung dengan tim Bima, paskibraka yang menurunkan bendera pada sore hari.
Gloria mengaku mendapat pesan dari Presiden Jokowi agar tetap semangat. Pertimbangan melibatkan Gloria sebagai Paskibraka saat itu, adalah karena anak di bawah 18 tahun masih bisa memilih kewarganegaraan.
Menurut UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan, seorang anak hasil kawin campur bisa memiliki dua kewarganegaraan sebelum usia 18 tahun.
Selang kejadian itu, ibunda Gloria, Ira Hartini Natapradja Hamel mengajukan gugatan UU 12/2006 Kewarganegaraan soal ketentuan mendaftarkan diri bagi anak hasil kawin campur yang berusia sebelum 18 tahun ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam pasal 41 UU Kewarganegaraan itu, disebutkan bahwa seseorang yang belum berusia 18 tahun saat UU Kewarganegaraan diberlakukan pada tahun 2006, diberikan waktu paling lambat empat tahun untuk mendaftarkan diri.
Jika merujuk pada ketentuan tersebut, maka Gloria tak bisa lagi mendaftarkan status kewarganegaraannya. Perempuan yang lahir pada tahun 2000 ini seharusnya didaftarkan ke Kemenkumham dalam rentang waktu 1 Agustus 2006 sampai 1 Agustus 2010 apabila hendak memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
Proses persidangan uji materi di MK pun memakan waktu tak sebentar. Sejumlah saksi hingga ahli dihadirkan.
Dalam persidangan, terungkap, banyak anak hasil kawin campur yang kebingungan menentukan status warga negara.
Mereka umumnya tak tahu soal ketentuan yang mengatur pendaftaran untuk memperoleh status sebagai WNI dalam UU Kewarganegaraan.
"Banyak orang tua yang lupa mendaftarkan atau bahkan sama sekali tak mengetahui aturan tersebut. Jadi sangat merugikan," ucap Ira.
Setahun bergulir, MK akhirnya memutus permohonan uji materi tersebut pada 31 Agustus 2017. Hasilnya lembaga pengawal konstitusi itu menolak seluruh permohonan ibunda Gloria karena tak beralasan menurut hukum.
Alasan ketidaktahuan anak hasil kawin campur soal aturan mendaftarkan diri menjadi WNI, dianggap tak bisa menjadi dasar penuntutan apalagi membuat seseorang bebas dari hukum atau peraturan perundang-undangan.
"Pemerintah harusnya aware tentang ini. Sekarang kalau kami tanya ke pemerintah, apa sudah disosialisasikan soal mendaftarkan diri? Apa itu sudah sampai ke kuping masyarakat yang kawin campur?" tutur Ira.
Kandas di MK, Gloria berencana mengikuti proses naturalisasi sesuai syarat yang berlaku dalam UU Kewarganegaraan. Namun cara ini dinilai menyulitkan karena proses naturalisasi hanya berlaku untuk pasangan asing dari orang Indonesia, bukan anak hasil kawin campur.
Sesuai prosedur, Gloria akan diproses melalui jalur pewarganegaraan asing murni yang dipandang tidak punya kaitan apapun dengan Indonesia.
Belum lagi biaya sebesar Rp50 juta untuk mendaftarkan diri sebagai WNI yang dinilai akan semakin memberatkan.
"Ini yang kami protes ke pemerintah. Enggak fair bayar Rp50 juta satu anak. Daftar terus bayar saat itu juga. Sudah gitu belum tentu dikabulkan," kata Ira.
Kendati demikian, Ira meyakini, proses naturalisasi bagi anaknya akan lebih mudah karena mendapat rekomendasi dari pihak Kemenkumham. Namun ia ragu dengan proses naturalisasi anak-anak hasil kawin campur lainnya.
Sambil menunggu proses tersebut, Gloria kini fokus menjalani aktivitasnya sebagai Duta Kemenpora. Ia juga aktif mengikuti sejumlah kegiatan kepemudaan di kementerian.
Seperti surat pernyataan yang pernah ia sampaikan pada Presiden Jokowi, Gloria hingga kini masih memantapkan dirinya sebagai WNI dan tak memilih Perancis sebagai kewarganegaraannya.
"Saya tidak pernah memilih kewarganegaraan Perancis, karena darah dan nafas saya untuk Indonesia tercinta."
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Gloria Natapradja soal Kewarganegaraan Ganda"
Post a Comment