Jaka menyatakan hal tersebut kala diwawancarai CNNIndonesia.com di kediamannya, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (26/8).
“Kemarin itu, eksekusi dinyatakan gagal oleh panitera akibat kesalahan polisi,” tutur Jaka.
Jaka mengatakan, Polres Kuningan tidak menepati hasil rapat koordinasi satu hari sebelum eksekusi dilaksanakan. Dalam rapat yang dihelat di Markas Polres Kuningan, kata Jaka, kepolisian menyatakan siap mengerahkan 700 personel. Dari jumlah tersebut, 200 personel Brigadir Mobil didatangkan dari Cirebon.
“Dilengkapi dengan water canon serta mobil barracuda. Itu sesuai koordinasi akhir, sehari sebelum eksekusi jam lima sore,” kata Jaka.
Jaka menyayangkan sikap aparat yang ternyata tidak mengerahkan personel sesuai dengan rapat koordinasi pada saat eksekusi dilaksanakan.
“Saya dengar juga, Brimob sudah datang ke Cigugur dari Cirebon tapi balik lagi. Tidak ikut kawal eksekusi,” kata Jaka.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada Kamis lalu (24/8), jumlah personel aparat yang mengawal proses eksekusi memang tidak mencapai seribu orang. Pun, tiada mobil water canon dan barracuda seperti yang diutarakan Jaka.
“Wajar dong saya tahu. Kan saya yang menanggung segala macam biaya eksekusi,” kata Jaka.
|
Ketua Panitera Pengadilan Negeri Kuningan, Andi Lukmana mengonfirmasi pernyataan Jaka. Berdasarkan hasil rapat kordinasi, kata dia, jumlah aparat yang mengawal eksekusi seharusnya memang berjumlah seribu personel. Jumlah tersebut, terdiri atas kepolisian, brimob, TNI, dan Satpol PP seperti yang diutarakan Jaka.
“Tidak sesuai dengan perencanaan dalam rapat koordinasi, memang iya. kemarin itu cuma berapa jumlahnya,” ujar Andi kala dihubungi via telepon oleh CNNIndonesia.com, Minggu (27/8).
Andi pun mengamini bahwa seharusnya ada mobil water canon dan mobil barracuda. Tetapi ternyata tidak dikerahkan pada saat eksekusi ingin dilakukan.
“Sesuai perencanaan, seharusnya begitu,” kata Andi.
“Jika ada potensi jatuhnya korban jiwa, ya kami tidak akan melanjutkan,” kata Andi.
Diketahui, objek sengketa merupakan sebidang tanah seluas 224 meter persegi atau 16 bata di Blok Mayasih RT 29/10, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur seperti yang tertera pada catatan Kelurahan Cigugur dalam buku Letter C No. 2321 Persil 78a Kelas B.1.
Jaka Rumantaka mengklaim tanah tersebut merupakan warisannya yang didapat dari ibunya Ratu Siti Djenar Sriningpuri Alibassa atau anak dari ketua adat Pangeran Tedjabuana.
Meski Jaka telah memenangkan perkara di Pengadilan Negeri Kuningan, warga adat sunda wiwitan tetap menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat. Oleh karenanya, warga tidak ingin tanah tersebut jatuh ke tangan Jaka.
Tanah itu sendiri ditempati oleh keluarga Engkus Kusnadi (alm) yang juga warga adat sejak tahun 1973 hingga kini. </span> (gil)
Baca Kelanjutan Eksekusi Tanah Sunda Wiwitan Gagal, Polisi Jadi Kambing Hitam : http://ift.tt/2waaWlWBagikan Berita Ini
0 Response to "Eksekusi Tanah Sunda Wiwitan Gagal, Polisi Jadi Kambing Hitam"
Post a Comment