Gagasan yang diusung Hizbut Tahrir, partai politik yang didirikan di Palestina itu masuk sekitar tahun ’80-an. Mereka ingin mendirikan khilafah dengan menegakan syariat Islam secara menyeluruh.
Penyebaran gagasan khilafah ini mereka sebut dakwah. Karenanya, lantaran kegiatan dakwah, HTI secara perlahan bisa diterima di setiap kalangan masyarakat. Bahkan, ada yang menyebut anggota HTI saat ini sudah mencapat dua juta orang.
“Kami melakukan dakwah memang digarap secara segmented. Ada yang katakanlah kalangan ulama, itu ada, itu sesuatu yang harus semestinya. Kemudian di kalangan remaja. Kalangan kampus. Kalangan pengusaha. Kalangan intelektual,” kata Juru Bicara HTI Ismali Yusanto dalam wawancara dengan Tim CNNIndonesia.com, awal bulan ini.
Dari situ, kata Ismal, ada orang-orang yang kemudian mau bergabung dan terus ikut berdakwah bersama HTI. Kegiatan dakwah HTI bisa dilakukan di masjid-masjid, pesantren, perkantoran hingga pabrik sekali pun.
“Ini dakwah. Dakwah itu tersebar di berbagai lapisan masyarakat dan di dalam lapisan masyarakat. Dari situ lah kita bertemu dengan orang-orang yang mau bergabung atau orang-orang yang mau berdakwah bersama Hizbut Tahrir. Jadi kalau ditanya di mana, ya dimana saja,” jelasnya.
HTI menyadari merekrut kader dari setiap lapisan masyarakat sangat membantu untuk menyemai gagasan Islam yang rahmatan lil alamin.
Menurut Ismail. ada dua hal yang membuat HTI dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dari awal penyebarannya, yakni karena umat Islam merindukan Islam yang sebenarnya serta materi dakwah yang disampaikan tidak menyimpang.
“Makanya kalau kita lihat dari segi usia aktivis HTI itu kan cukup beragam. Yang muda-muda banyak, tapi yang sudah agak sepuh juga ada,” ujarnya.
HTI menyatakan keanggotaan mereka kian beragam. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)
|
Ismail sedikit memberikan gambaran tentang bagaimana pihaknya merekrut dari kalangan yang berbeda. Menurut dia, merekrut kader dari kalangan pengusaha dan mahasiswa memiliki cara masing-masing.
Begitu juga saat mencoba merekrut kader dari kalangan intelektual, juga memiliki cara yang berbeda ketika masuk ke lingkungan pengusaha. Kelompok ibu-ibu juga mempunyai metode pendekatan dakwah yang berbeda.
“Tetapi dari semua itu kita bisa melihat ada semacam titik-titik yang harus ada menjadi pondasi misalnya akidah. Topik harus kokoh, iman kepada Allah, dan keyakinan,” ujarnya.
HTI sudah menjadi organisasi yang masif. Laiknya sebuah organisasi tingkat nasional, HTI memiliki pengurus baik tingkat pusat, wilayah hingga cabang. Mereka juga masuk ke lingkungan kampus hingga sekolah. Puncaknya HTI mendapat SK badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM pada 2014 lalu.
Namun kini HTI menjadi organisasi terlarang setelah badan hukumnya dicabut pada 19 Juli 2017.
Arif menyebut, untuk melakukan kaderisasi di setiap lapisan masyarkat, HTI membentuk Lajnah khusus Mahasiswa, Lajnah khusus Intelektual, Lajnah khusus Ulama hingga Lajnah khusus pengusaha.
“Ada namanya LKM, Lajnah khusus Mahasiwa, ada, di situ dapurnya pergerakan mahasiswa. Nanti ada LKI namanya, Lajnah khusus Intelektual, itu biasanya profesor. Terus ada Lajnah khusus Ulama, orang-orang punya pesantren bergabung dengan HTI, orang-orang yang punya sekolah,” ujarnya.
Kaderisasi di HTI juga dilakukan berjenjang. Mereka yang barus masuk disebut dengan simpatisan atau darif, kemudian anggota atau musyrif serta yang duduk sebagai pengurus dan ulamanya.
Setiap darif yang akan menjadi musyrif mereka harus di-kosam alias diambil sumpahnya. Kader yang sudah menjadi musyrif boleh menyampaikan dakwah dan membeikan ilmu ke yang lain.
Karena adanya segmentasi kaderisasi ini, HTI memiliki anggota yang beragam latar belakang. Arif mengklaim memiliki data seluruh pengurus HTI se-Indonesia.
“Orang-orang HTI itu dari hasil riset doktor kalau saya nggak salah tahun 2016, HTI itu di satu provinsi aja misalnya Pekanbaru (Riau) itu hampir 50 persen S1 loh. Itu 50 persen S1, S2, S3,” ujarnya.
HTI merupakan organisasi yang sangat disiplin. Mereka wajib menjalani syariat Islam secara utuh. Selain itu, para anggota dilarang membuat pernyataan sebelum ada instruksi dari pimpinan pusat.
Ilustrasi (Foto: Dok. setkab.go.id)
|
Soal pendanaan, HTI juga merupakan organisasi yang sangat mandiri. Seluruh kegiatan-kegiatan yang mereka buat, baik di daerah atau tingkatan nasional dibiayai lewat iuran anggota. Arif menyatakan HTI sangat memegang prinsip untuk tidak menerima sumbangan dari luar.
Sistem iuran ini diterapkan secara sukarela. Tak ada patokan jumlah sumbangan yang harus disetor para anggota. Iuaran anggota ini diberikan setiap bulannya, dengan nominal semampunya dari masing-masing kader.
“Syarat kamu boleh ngaji boleh jadi darif (simpatisan) itu gitu. Nyumbang uang nih, kamu harus nyumbang uang walaupun itu hanya seribu rupiah perbulan, kamu harus nyumbang uang,” tuturnya.
Menurutnya meski pemerintah telah membubarkan HTI, gerakan dakwah mereka akan terus ada dan menyebar luas. Bahkan kata dia, gerakan dakwah HTI tetap dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau bawah tanah.
“Sekarang mereka jadi buat gerakannya bawah tanah. Tau kan gerakan bawah tanah dampaknya sepeti apa? Makanya hati-hati saja,” tuturnya. </span> (asa)
Baca Kelanjutan Jaring Gurita Dakwah HTI: Dari Profesor hingga Tentara : http://ift.tt/2i80RAVBagikan Berita Ini
0 Response to "Jaring Gurita Dakwah HTI: Dari Profesor hingga Tentara"
Post a Comment