Search

Nasi Goreng dan Teks Proklamasi di Rumah Laksamana Maeda

Puluhan orang dari kaum pemuda, aktivis nasionalis, tokoh pergerakan, dan pihak-pihak lain berkumpul di rumah Laksamana Tadashi Muda Maeda, seorang perwira Angkatan Laut Jepang. Dini hari itu, Jumat Agustus 1945, mereka diburu waktu dan kesempatan untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan.

Ada Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di antara puluhan orang itu. Mereka berkumpul untuk merumuskan teks proklamasi yang kala itu masuk minggu kedua bulan Ramadan.

Perumusan teks proklamasi memang dilakukan di bulan puasa. Tepatnya hari ke-8 bulan Ramadan. Hal itu diketahui dari Hatta dalam bukunya 'Sekitar Proklamasi'. 

"Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang saya masih dapat makan sahur di rumah Admiral Mayeda," ujar Hatta.

Hatta saat itu memakan roti, telur, dan ikan sardines sebagai menu makan sahurnya. Ia menyantap makanan itu karena tak ada nasi dini hari. "Tapi cukup mengenyangkan," ujar Hatta.

Hatta sendiri tak menulis apa menu makan sahur yang dimakan oleh para tokoh dan aktivis muslim yang lain di Rumah Maeda tersebut.

Menurut Pemandu Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Ari Suriyanto, menu makan sahur yang disantap aktivis dan tokoh muslim lainnya kala itu adalah nasi goreng. 

Ari mengatakan, nasi goreng itu dimasak oleh asisten rumah tangga Maeda bernama Satzuki Mishima.

"Mereka yang muslim tetap menjalankan puasa. Jadi mereka makan sahur di rumah Maeda," ujar Ari.

Dari sekian banyak orang, hanya tiga orang yang terlibat dalam perumusan. Mereka, yakni Sukarno, Hatta, dan Subardjo. Mereka mulai merumuskan pukul 02.00 WIB di ruang makan. Sedangkan puluhan orang lain menunggu di ruang depan.

Setelah terjadi perdebatan, akhirnya teks proklamasi selesai disusun, tepatnya pukul 04.00 WIB. Setelah itu naskah tersebut dibacakan Sukarno kepada mereka yang sudah menunggu di ruang depan. Sukarno membaca secara pelan-pelan, secara saksama, dan berulang.

Bahkan, Sukarno dua kali bertanya dan meminta persetujuan kepada para hadirin. Para hadirin tak ragu setuju dengan redaksi teks proklamasi.

Mendapat persetujuan dari peserta, Sukarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah yang ditulis tangan itu.

Sayang, tak ada mesin tik di rumah Maeda. Sosok yang diketahui bernama Satzuki Mishima kemudian bertolak ke kantor perwakilan militer Jerman untuk meminjam mesin tik.

Dengan mesin tik pinjaman itu, Sayuti mengetik satu per satu kata dalam teks yang sudah disusun. Ditemani BM Diah--seorang jurnalis dan tokoh pemuda, Sayuti mengetiknya di dekat dapur. Sayuti melakukan pengeditan redaksi saat pengetikan. Misalnya kata 'tempoh' diedit menjadi tempo. Kalimat 'wakil-wakil bangsa Indonesia' menjadi 'atas nama bangsa Indonesia'.

Versi Lain Naskah Asli

Selesai itu, naskah asli tulisan tangan ditaruh begitu saja oleh Sayuti di meja dan kemudian diambil BM Diah. Tapi ada versi lain soal naskah asli tulisan tangan Sukarno tersebut.

"Versi lain menyebut Sayuti Melik meremas-remas naskah asli itu dan dibuang ke tempat sampah. Baru kemudian diambil BM Diah," ujar Ari.

Setelah diketik, naskah dibawa Sukarno ke ruang depan. Soekarno mengusulkan agar semua peserta yang hadir menandatangani naskah proklamasi tersebut. Usulan ini karena naskah dibuat atas nama bangsa Indonesia, dan mereka yang hadir merupakan perwakilan bangsa Indonesia.

"Usul itu didukung Hatta dengan mencontoh Declaration of Independence ala Amerika Serikat," ujarnya.

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Nasi Goreng dan Teks Proklamasi di Rumah Laksamana Maeda : http://ift.tt/2fLReHo

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Nasi Goreng dan Teks Proklamasi di Rumah Laksamana Maeda"

Post a Comment

Powered by Blogger.