Search

Nelayan Lontar dan Adu Domba karena Pasir Reklamasi

Hasbulah (50) tampak telaten memasukkan benang pada jaring penangkap ikan miliknya yang tengah diperbaiki di atas perahu pada suatu siang, Juni lalu. Dia adalah nelayan Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten.

Waktu Hasbulah lebih banyak dihabiskan di laut, baik ketika menangkap ikan atau sekedar membenahi alat pancingnya usai menangkap ikan semalaman.

Desa Lontar bertetangga dengan Desa Domas dan dibatasi oleh aliran sungai. Jalanan di sana bergelombang. Desa tersebut dihuni oleh warga yang sebagian besar hidup bergantung dari kekayaan laut.

Saat Tim CNNIndonesia.com menyambangi desa itu dan langsung menuju dermaga, kapal-kapal nelayan banyak yang bersandar.

Mereka selesai menangkap ikan di lepas pantai, yang berjarak sekira 5 mil. Di wilayah itu merupakan pusat habitat berbagai jenis ikan tangkap dan menjadi titik penangkapan ikan nelayan Lontar.

Namun, para nelayan dan dari daerah lainnya sempat mengalami masa-masa sulit, karena ada pengerukan pasir laut sekitar 2014 lalu. Penambangan tersebut berada di kawasan tangkap yang dituju para nelayan.

Produksi pasir yang diambil ini diketahui untuk memasok kegiatan reklamasi PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Grup dan PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.

“Ya agak mendingan. Waktu itu susahnya beneran, sekarang ikan sudah mulai ada,” tutur pria yang karib disapa Bulah itu menceritakan saat ada kapal pengeruk pasir di lokasi tangkap mereka, Kamis (15/6).

Kegiatan penambangan pasir saat ini diketahui tengah berhenti, menyusul dihentikannya sementara proyek reklamasi di pesisir utara Jakarta. Bulah dan nelayan lainnya menyambut kabar baik tersebut.

Dia menuturkan ketika kapal pengeruk pasir hilir mudik di daerah tangkap ikan, para nelayan harus ‘berhadapan’ dengan kapal-kapal besar itu. Ditambah, lanjut Bulah, wilayah tangkapnya menjadi tercemar dan ikan-ikan pun hilang.

“(Saat ada kapal pengeruk pasir) susah lah, siang-malam itu ngegarapnya, kan ikan itu pada lari. Bau lagi airnya, limbahnya. Sekarang alhamdulillah agak mendingan. Cuma satu, udang yang belum ada,” kata dia.

Bulah mengungkapkan, sebelum ada penambangan pasir ini sudah sangat mudah didapat ketika menebar jala ke laut.

Bila ingin menangkap udang, lanjut Bulah, nelayan harus berlayar sampai ke perairan Tangerang. Sayangnya, waktu yang ditempuh pun tak sebentar, butuh dua jam perjalanan untuk sampai di sana.

Para nelayan Desa Lontar harus berhadapan dengan kapal pengeruk pasir untuk proyek reklamasi. (CNN Indoensia/Adhi Wicaksono)

Pendapatan Turun

Menurut Bulah, terhentinya penambangan pasir itu, membuat penghasilan per hari dirinya meningkat. Pasalnya, dirinya dan nelayan lain tak terganggu kapal pengeruk, yang membuat ikan-ikan menghilang.

“Ikan dapat 200 ribu (rupiah) per hari. Dulu mah waktu ada pertambangan, turun, bisa cuma Rp30 ribu sampai Rp40 ribu. Buat beli solar aja nggak cukup,” ungkapnya.

Benturan langsung dengan kapal besar pengeruk pasir ini pernah dirasakan Bulah dan nelayan lainnya.

Bulah bercerita, dia dan rekannya pada beberapa tahun belakangan ini melakukan aksi menolak penambangan dengan mengusir kapal pengeruk tersebut.


Bulah menyebut, salah satu aksi yang membekas bagi dirinya terjadi saat menghalangi kapal pengeruk pasir sekira tiga tahun lalu. Ketika itu, ada sedikitnya 25 perahu nelayan berlayar mendekati kapal pengeruk untuk mengusirnya.

Namun, aksi mereka mendapat perlawanan dari kapal pengeruk yang turut dikawal aparat. Karena tak suka dengan aksi nelayan, kata Bulah, aparat yang berada di atas kapal itu memberikan tembakan peringatan ke nelayan.

Naas, saat itu Bulah mesti mendapat luka di dahinya akibat terserempet peluru dari senapan para aparat pengawal kapal pengeruk.

“Saat kami demo ada polisi yang berada di kapal tersebut. Mereka pakai senjata menembakan masyarakat, yang ada di depan (kapal) itu. Kapal saya deket sama kapal penambangan,” tuturnya.

Proyek reklamasi menggunakan pasir yang dikeruk dari desa-desa di kawasan Serang, Banten, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Adu Domba

Di sisi lain, petugas Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, Marsyad (45) mengatakan bahwa berhentinya penambangan pasir ini membuat nelayan mudah mendapatkan ikan. Menurut dia, hasil tangkap para nelayan berkurang saat kapal keruk beroperasi.

Marsyad, yang sehari-hari menerima hasil tangkapan nelayan ini mengatakan selain tangkapan ikan kembali normal, para nelayan juga bekerja lebih tenang. Mereka tak was-was dengan keberadaan kapal besar di wilayah tangkapnya.

“Dengan tidak ada penambang pasir itu berdampak positif, pertama nelayan tidak resah, tidak saling menuding dan tidak menimbulkan konflik horizontal,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, saat ditemui di kantornya.

Bukan hanya mempengerahui hasil tangkap saja, keberadaan perusahaan pengeruk pasir di lepas pantai Desa Lontar juga membuat hubungan sosial warga di desa tersebut ‘memanas’.

Hubungan antar-warga itu sempat terganggu lantaran adanya corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan pengeruk pasir.

Tak semua warga mengambil bantuan dari perusahaan-perusahaan tersebut, yang jumlahnya bervariasi antara Rp400 ribu-Rp500 ribu tersebut. Menurut Marsyad, bantuan tersebut merupakan pembodohan bagi masyarakat Desa Lontar.


“Nah itu sebagai bentuk pembodohan dan bentuk adu domba, antar-masyarakat. Masyarakat itu ada yang ambil dan tidak,” ujarnya.

Marsyad menuturkan, perusaahan penambang pasir itu sengaja memberikan uang CSR kepada masyarakat biasa. Para nelayan, kata dia, sejak awal sudah menolak menerima apa pun dari para perusahaan penambang pasir, selain mereka menghentikan operasinya.

“Yang dicari masyarakat biasa. Kalau nelayan kan harga mati (menolak tambang pasir), nah itu yang membuat benturan. Dengan adanya penambangan pasir itu menjadi konflik horizontal masyarakat Desa Lontar,” ungkapnya. </span> (asa)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Nelayan Lontar dan Adu Domba karena Pasir Reklamasi : http://ift.tt/2hXNF1H

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Nelayan Lontar dan Adu Domba karena Pasir Reklamasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.