Pada era 1950-an, frekuensi ancaman-ancaman ini semakin tinggi sehingga saat itu ia dirasa perlu mendapat pengawalan pribadi yang lebih ketat. Salah seorang yang berada di lingkaran pengamanan Sukarno adalah Kolonel (Purn) H. W. Sriyono yang bertindak sebagai staf ajudan. Sriyono dipilih pada 1952 untuk melaksanakan tugas-tugas secara fisik serta pengamanan untuk Sukarno.
“Jadi kalau ke mana Bung Karno pergi, mereka mengadakan advance dulu, tujuan Bung Karno ke mana, kami datengin dulu, kami cek tempat yang akan dipakai, acara, siapa penanggungjawabnya, dan persiapan makan-makannya. Lalu, sampai tidur. Ya, persiapan tempat tidurnya dan sebagainya itu semua kami cek. Kalau sudah merasa aman dan kami yakin akan aman, baru kami laporkan ajudan. Jadi, bisa presiden dibawa ke situ,” jelas pria yang sudah berusia 87 tahun itu di Gedung Wira Purusa LVRI DKI Jakarta.
Ada beberapa usaha pembunuhan yang sangat diingat oleh Sriyono ketika menjadi staf ajudannya sejak usia 22 tahun. Peristiwa pertama yaitu pelemparan granat di Sekolah Dasar Cikini yang dikenal dengan sebutan Jumat Durjana. Saat itu Sukarno sedang melakukan inspeksi atau kunjungan ke SD Cikini, sekolah tempat putri kandungnya, Megawati Soekarnoputri, belajar.
Sriyono bercerita, salah satu percobaan pembunuhan terhadap Sukarno terjadi di ruang makan. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
|
Peristiwa selanjutnya yakni terjadi di dalam Istana Presiden. Ada penembakan dari pesawat militer dari AURI, Letnan Daniel Maukar. Peristiwa itu terjadi kurang lebih pukul sebelas siang. Biasanya, menurut Sriyono, pada jam-jam itu Bung Karno turun dari ruangan kerja ke ruangan makan.
“Tapi kebetulan hari itu beliau tidak turun untuk makan siang. Ruang makan tersebut pun habis ditembaki dari atas, tetapi Bung Karno selamat karena tidak ada di tempat,” kata Sriyono.
Pada perayaan Idul Adha pun usaha pembunuhan masih terus terjadi. Saat sedang mengadakan salat Idul Adha, ada simpatisan DI/TII yang mengeluarkan senjata dan langsung menembak ke arah Sukarno dari belakang. Meski ancaman datang dari jarak hanya 5-6 meter, Bung Karno tidak terluka sama sekali karena tembakan meleset. Hanya saja, peluru mengenai bahu imam Salat Id yang juga Ketua DPR kala itu, Zainul Arifin.
Orator ulung
Sriyono, pria yang sudah berjuang sejak umur 14 tahun ini menuturkan bahwa Bung Karno adalah seorang pemimpin yang merakyat karena selalu mendengarkan dan memerhatikan suara-suara rakyat. Setiap sore, ketika belum ada pengamanan yang cukup ketat, menurut Sriyono, Bung Karno sering jalan-jalan ke Daerah Sawah Besar sembari menyapa rakyatnya.
“Kalau kunjungan ke daerah-daerah sampai-sampai ibu-ibu itu meminta, ‘Mana bekas minumnya Bapak?’. Semua berebut kepingin punya anak seperti Bung Karno, itu bukan politik hanya pengalaman sehari-harinya saja,” ujar Sriyadi menceritakan kekagumannya pada Bung Karno.
Selain itu, cara Bung Karno memberikan perintah kepada bawahannya seperti panggilan antara anak dan orang tuanya, tidak membeda-bedakan kedudukan dan pangkat seseorang.
“Kewibawaan Bung Karno, kalau sudah bilang diam, semua diam. Tidak ada yang menyulut lagi,” ujar Sriyono.
Sriyono menyebut upaya pembunuhan lain terjadi ketika (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
|
“Rakyat ini kan ingin tahu apakah Jepang masih berkuasa. Ada ribuan rakyat berkumpul di lapangan menunggu, tentara Jepang sudah siap semua di situ.”
“Begitu Bung Karno datang, dia ngomong ‘Kalau masih percaya sama saya sekarang juga dengan tertib, aman, pulang.’ Lalu mereka pulang semua. Padahal rakyat itu ribuan, kepingin tahu apa yang terjadi. Itu wibawanya seperti itu yang kami rasakan di mana-mana,” ucap Sriyono.
Kini, 72 tahun berselang setelah proklamasi, berpuluh-puluh tahun setelah Sriyono mengawal Sukarno, ia masih ingat benar semangat yang mendorongnya untuk berjuang demi kemerdekaan: menciptakan satu keadilan, kenyamanan ketentraman, bagi bangsa dan negara.
Di mata Sriyono, selama 350 tahun Indonesia dijajah, tidak ada perubahan tata hidup bagi rakyat sehingga perlu bangsa Indonesia mengatur dirinya sendiri.
Sriyono menekankan kepada generasi muda bahwa kemerdekaan ini tidak didapat dengan mudah, atau gratis. Ia pun meminta generasi muda mengisi kemerdekaan ini agar menciptakan negara yang adil, makmur, aman, dan tentram. Ia juga berpesan agar generasi muda tidak melupakan sejarah karena sejarah merupakan jati diri bangsa. Begitu pula dengan dasar negara ini yaitu Pancasila.
“Pancasila jangan jadi satu dasar negara saja, tetapi harus dijadikan satu kehidupan bagi Bangsa Indonesia. Setiap warga Indonesia harus berjiwa pancasila, apapun dia agamanya, apapun dia sukunya,” pungkas Sriyono.
(catatan redaksi: Rapat besar IKADA hanya berlangsung beberapa menit karena Sukarno meminta rapat dibubarkan dan rakyat mempercayakan hal-hal terkait pelaksanaan kemerdekaan pada pemerintah). </span> (vws)
Baca Kelanjutan 'Saya Melihat Sukarno Coba Dibunuh Berkali-kali' : http://ift.tt/2x6rUzeBagikan Berita Ini
0 Response to "'Saya Melihat Sukarno Coba Dibunuh Berkali-kali'"
Post a Comment