Kamaruddin mengatakan bahwa Indonesia adalah negara beragama yang majemuk. Perbedaan seharusnya tidak dijadikan masalah yang memecah-belah persatuan bernegara.
"Dalam konteks Indonesia yang majemuk, agama seyogianya tidak hanya menjadi roh yang mengalirkan energi relijiusitas yang positif dalam setiap aktivitas umatnya, tetapi agama harus menjadi perekat sosial, menjadi driving force konsolidasi, persatuan dan kesatuan bangsa demi terwujudnya cita-cita bangsa dan cita-cita agama," ucap Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Jumat (1/9).
Dia menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail yang harus dikorbankan atas perintah Allah SWT. Peristiwa itu seharusnya mengingatkan umat Islam mengenai kepasrahan total dalam ketaatan.
"Berislam adalah tunduk pasrah secara total dan otentik atas perintah agama. Ketika berhadapan dengan perintah agama atau Allah maka kepentingan pribadi, kecintaan kepada keluarga, harta dan jabatan dan segala kepentingan yang lain menjadi tenggelam," serunya.
Namun sebagaimana dalam Alquran, Ismail digantikan Allah SWT dengan kambing Kibasy yang besar. Hal itu menunjukkan bahwa tak ada seorang manusia pun yang boleh dikurbankan dan dikorbankan.
"Memuliakan dan menjaga manusia adalah hal yang sangat fundamental dalam Islam... keharusan menjaga jiwa tidak hanya mempertahankan nyawa tetapi juga kehormatan dan kemuliaan manusia dengan tujuan untuk menegakkan Intisari manusia yang merupakan proses bagi keberlangsungan pembangunan Bumi dan agar misinya sebagai khalifah Allah di Bumi menjadi nyata," lanjutnya.
Dia menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan manusia yang tidak memusuhi dilarang dimusuhi. Di masa lalu, Nabi Muhammad SAW telah hidup harmonis dengan umat beragama lain. Bahkan, Piagam Madinah dibuat untuk acuan bersama dalam keberagaman umat Islam dan Yahudi.
"The founding fathers kita telah berhasil menggali local genius Indonesia yang berisikan sejumlah agama dan beragam budaya dan akhirnya dengan jenius mendiagnosis DNA Indonesia yang bernama Pancasila... Barangsiapa yang membunuh seorang jiwa yang telah terikat dengan perjanjian (hidup bersama, atau warga negara) tanpa alasan yang dapat dibenarkan, maka haram baginya bau surga," sambungnya mengutip Hadis yang diriwayatkan dalam Kitab Musaffaf ABD Razzak Al Sanani, Musannaf IBN Abi Syaiba, Jami' Ma'mar B. Rasyid.
Selain itu, cara Nabi Ibrahim berdialog dengan Ismail sebelum dikorbankan disebut Kamaruddin sebagai contoh yang tepat dalam pendidikan beragama dan karakter anak. Disebutnya, Indonesia perlu sinergi antara orangtua, guru dan masyarakat untuk mewujudkan generasi yang berkarakter.
"Bangsa ini membutuhkan orang tua yang tidak hanya peduli terhadap pendidikan dan pembentukan karakter anaknya tetapi terlibat juga secara aktif baik secara langsung maupun tak langsung," tuturnya.
"Bangsa ini membutuhkan guru yang tidak hanya mengajarkan ilmu kepada muridnya, tetapi juga memberikan teladan, menginspirasi, memotivasi, mengarahkan muridnya untuk menemukan potensi dirinya, merangsang rasa ingin tahunya dan menumbuhkan sikap kritis peserta didik. Bangsa ini membutuhkan masyarakat yang tidak hanya peduli tetapi juga secara aktif membantu menciptakan suasana pendidikan dan pembentukan karakter dengan keteladan kolektif dan masif," pungkasnya.
Solat Idul Adha di Masjid Istiqlal hari ini dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Gubernur DKI Jakarta Djarum Saiful Hidayat. Sementara itu, Presiden Joko Widodo melaksanakan solat di Sukabumi. </span> (eks)
Baca Kelanjutan Agama Harus jadi Perekat Masyarakat Majemuk : http://ift.tt/2eMgDO6Bagikan Berita Ini
0 Response to "Agama Harus jadi Perekat Masyarakat Majemuk"
Post a Comment