Search

Dhandy Laksono: Tidak Ada Penyiksaan Jenderal Angkatan Darat

TNI Angkatan Darat (AD) mencetuskan gagasan untuk menggelar pemutaran film Pengkhiantan G-30 S/PKI (1984) pada akhir bulan ini.

Rencana pemutaran film yang sempat diwajibkan untuk diputar stasiun televisi, dan ditonton sepanjang Orde Baru di bawah kepresidenan Soeharto tersebut pun mendapat berbagai tanggapan.

Sineas film dokumenter, Dandhy Dwi Laksono, mengaku pernah melakukan proses jurnalistik untuk menelusuri salah satu bagian yang ia rasa penting dalam film terkait peristiwa sejarah gerakan 30 September 1965 tersebut.

Adapun bagian penting yang telusuri Dandhy dari film tersebut kala itu adalah fakta tentang penyiksaan yang dialami para jenderal Angkatan Darat pada 1965.

Untuk menelusuri fakta sejarah tersebut, Dandhy pun menemui dokter Liem Joe Thay, salah satu dokter yang ikut melakukan autopsi jenazah para jenderal pada 4 Oktober 1965. Dandhy mengatakan dirinya menggali berbagai informasi dari dokter Liem Joe Thay selama tiga tahun.

Dalam proses jurnalistik yang dijalaninya, salah satu pendiri rumah produksi Watchdoc itu tidak menemukan adanya fakta tentang penyiksaan para jenderal seperti yang digambarkan dalam film yang disutradarai Arifin C Noer.

"Hasil visum et repertum atau dokumen repertum yang saya pegang menunjukkan itu tidak ada (penyiksaan). Hasil wawancara dengan dokter yang mengautopsi juga tidak ada," kata Dandhy menanggapi CNNIndonesia.com kala ditemui di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Jakarta, Minggu (17/9).

Pada perbincangan tersebut, Dandhy menekankan itu adalah hasil dari proses jurnalistik yang pernah dilakukannya pribadi.

Film G-30 S/PKI dalam Proses Jurnalistik Sineas DokumenterArsip film tentang Penghianatan G30S PKI di Ruang Arsip Sinematek Indonesia yang ditunjukkan pada 22 November 2016. Supaya film tidak rusak, idealnya suhu di ruangan ini antara 7-10 derajar celcius dengan kadar kelembaban 40-60%. (CNN Indonesia/Denny Aprianto)
Lebih lanjut, Dandhy juga menceritakan salah seorang rekannya yang juga melakukan wawancara terhadap tenaga medis lain yang terlibat dalam autopsi tersebut, dokter Liau Yan Siang.

Dari hasil wawancara rekannya tersebut, kata Dandhy, pun tak ada keterangan terdapatnya fakta penyiksaan yang dilakukan kepada para jenderal.

Terkait rencana pemutaran ulang film G-30 S/PKI yang dilakukan TNI, Dandhy menilai hal itu wajar sebagai bentuk proses demokrasi. Hal yang justru patut dititikberatkan sebagai poin penting, sambung Dandhu, adalah perihal penilaian masyarakat atau forum usai menonton film tersebut.

"Kalau saya ingin memutar ulang film itu, saya juga [pasti] akan memutarnya. Tapi, saya akan memaparkan bahwa film itu punya kebohongan di [bagian] a,b,c,d,e. Tapi, kalau kemudian ingin ditonton dan dirayakan sebagai sebuah kebenaran sejarah, saya pikir kita mundur sekali," ujar Dandhy.

Di satu sisi, Dandhy berpendapat pemutaran ulang film tersebut oleh militer Indonesia sebagai alat pertahanan negara justru memperlihatkan TNI yang ingin menunjukkan musuh politiknya selama ini, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Jadi kalau TNI memutar film itu untuk menujukkan ini musuh-musuh saya, ya silahkan saja. Orang juga akan bisa menakar. Memangnya kalau TNI yang mutar filmnya jadi benar? kan enggak. Justru kalau TNI yang mutar malah jelas permusuhan sejarah mau dihidup-hidupkan lagi,"

Sebelumnya diberitakan Korem 045/Garuda Jaya, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan memutar film Penumpasan G-30 S/PKI. Pemutaran film itu disebut untuk menanamkan pendidikan sejarah bangsa di kalangan masyarakat, terutama kalangan anak muda.

"Rencananya pemutaran film G-30 S/PKI akan dilaksanakan di tiap koramil, saat ini sedang dipersiapkan. Kalau tidak, pemutarannya bisa difokuskan di tiap kodim ataupun di korem,” kata Kepala Penerangan Korem 045/Garuda Jaya, Mayor Infantri Namawi, di Pangkalpinang, Minggu (17/9) seperti dilansir Antara.

Secara terpisah Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Wuryanto mengatakan, TNI AD akan menggelar acara nonton bareng film G 30 S PKI. Acara tersebut merupakan momentum untuk kembali mengingat sejarah, yang saat ini, banyak upaya memutarbalikkan fakta yang sebenarnya.

"Tanggal 30 September kan momen bersejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, saat ini banyak sekali upaya pemutarbalikkan fakta sejarah peristiwa 30 September 1965," katanya dalam keterangannya, Jumat (15/9).

Wuryanto menilai, masih ada sebagian pihak yang berupaya mencabut TAP MPRS No XXV/1966. Selain itu, ada juga beberapa kelompok yang mendorong pemerintah meminta maaf kepada PKI.

"Upaya-upaya lain yang dilakukan sekelompok orang untuk pencabutan TAP MPRS no XXV/1966, upaya mendorong pemerintah minta maaf kepada PKI dan lain-lain," ujarnya. </span> (kid/asa)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Dhandy Laksono: Tidak Ada Penyiksaan Jenderal Angkatan Darat : http://ift.tt/2y9Z41u

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dhandy Laksono: Tidak Ada Penyiksaan Jenderal Angkatan Darat"

Post a Comment

Powered by Blogger.