"Ada kelalaian dari pada rumah sakit walaupun rumah sakit mencari tempat rujukan ke rumah sakit lain lewat telepon, tapi rumah sakit juga nyuruh keluarga pasien nyari rujukan yang seharusnya itu dilakukan rumah sakit," ujar Koesmedi di Kantor Dinkes DKI, Jakarta, Senin (11/9).
Selain soal kelalaian, Dinkes DKI juga menyimpulkan dua hal lain terkait kematian Debora. Pertama, dari sisi medis, tidak ditemukan ada kesalahan taua penundaan tindakan akibar biaya yang harus dibayar orang tua Debora.
Kesimpulan kedua, ada miskomunikasi antara pihak manajemen RS Mitra Keluarga kepada orang tua Debora. Komunikasi yang kurang baik ini menimbulkan salah tafsir dari yang disampaikan oleh petugas informasi.
"Terhadap masalah komunikasi. Ada terjadi komunikasi yang kurang bagus, baik dari manajemen kepada keluarga pasien, sehingga menimbukman salah persepsi di dalam mengartikan kata-kata yang disampaikan pertugas informasi," ujar Koesmedi.
Debora tak bisa dirawat di ICU hanya karena orang tuanya tak mampu membayar uang muka biaya ICU sebesar Rp19,8 juta. Selain itu pihak RS Mitra Keluarga juga tak bisa melakukan penanganan di ICU karena bukan rekanan BPJS.
Di saat dokter RS Mitra Keluarga sedang berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit rujukan yang rekanan BPJS, perawat mengabarkan kalau kondisi Debora tiba-tiba memburuk. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, nyawa bayi Debora tidak dapat ditolong. </span> (osc/osc)
Baca Kelanjutan Dinkes DKI: RS Mitra Keluarga Lalai Soal Kematian Debora : http://ift.tt/2wRMuqLBagikan Berita Ini
0 Response to "Dinkes DKI: RS Mitra Keluarga Lalai Soal Kematian Debora"
Post a Comment