Pada "May Day" tahun 2018, para buruh menyampaikan tiga tuntutan, yakni penurunan harga beras dan bahan bakar minyak serta tarif listrik; penolakan upah murah bagi buruh; dan terakhir adalah penolakan tenaga kerja asing di Tanah Air.
Ketiga tuntutan yang dinamai Tritura atau tiga tuntutan rakyat buruh itu diserukan para buruh di depan Istana Merdeka Jakarta, Selasa, di hadapan sekitar 40 ribu buruh.
Setelah menyampaikan tuntutannya, perwakilan buruh tersebut diterima oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, dengan didampingi Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Deputi IV KSP Eko Sulistyo.
Perwakilan buruh yang diterima Moeldoko dan Hanif adalah Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid dan pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Almansyur dan Hermanto.
Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah melalui Moeldoko menerima sejumlah kritik dan masukan dari para buruh terkait Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
"Intinya, saya dengan Menaker telah menerima beberapa masukan itu, untuk Perpres Nomor 20 Tahun 2018 itu nanti akan diikuti oleh Permen Ketenagakerjaan yang intinya supaya lebih melindungi tenaga kerja, pengawasan sampai di daerah supaya lebih `clear` lagi, berikutnya angkatan kerja 60 persen SD-SMP Pemerintah saat ini telah memasuki kebijakan pembangunan nasional yang dititikberatkan kepada sumber daya manusia (SDM)," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa siang.
KSPI juga meminta Pemerintah untuk melibatkan para buruh dalam menyusun peraturan Menteri Ketenagakerjaan sebagai turunan dari Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tersebut, sehingga aturan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan para buruh.
Berbagai Daerah
Seruan buruh tentang penolakan tenaga kerja asing juga terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, karena ratusan orang buruh dan mahasiswa memblokir jalan di bawah jembatan layang Makassar sebagai bentuk protes terhadap kemudahan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia.
"Kami menolak tegas mempekerjakan tenaga asing di Indonesia karena jelas merugikan buruh lokal di sini," kata koordinator lapangan dari Konfederasi Serikat Nusantara (KSN) Sulsel, Harmianto.
Aksi tersebut juga digelar di sejumlah titik di Kota Makassar, seperti di depan gerbang Kawasan Industri Makassar (Kima), Simpang Lima Bandara Hasanuddin, Kantor DPRD Sulsel, kantor Disnaker Sulsel, Pelabuhan Makassar, dan Monumen Mandala.
Dukungan untuk Pilpres
Sementara itu, di Istora Senayan, Jakarta Selatan, perayaan Hari Buruh Internasional turut dihadiri oleh Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto.
Sejauh ini, Gerindra sebagai satu-satunya partai politik yang turut serta membaur dalam kegiatan tahunan para buruh hari ini.
Dalam orasinya, Prabowo juga turut mengkritisi isu tenaga kerja asing karena menurut dia masih banyak rakyat Indonesia yang belum mendapatkan lapangan pekerjaan, tetapi Pemerintah era Presiden Joko Widodo justru membuka peluang besar bagi tenaga kerja asing.
"Di Australia saja, orang dari luar mau masuk ditangkap lalu dibuang ke pulau terpencil. Di Malaysia, tenaga kerja Indonesia dicambuk. Oleh karena itu, kita harus urus dahulu rakyat kita dengan pekerjaan layak, sehingga tidak perlu keluarkan kebijakan `neko-neko`," kata Prabowo.
Dalam kesempatan itu, KSPI dan Prabowo sepakat untuk menandatangani kontrak politik sebagai bentuk dukungan KSPI kepada rencana pencalonan Prabowo dalam Pilpres 2019 mendatang.
Kontrak politik tersebut berisi 10 poin, yalitu upaya peningkatan daya beli buruh dan upah minimum lewat pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan; revisi jaminan pensiun berupa iuran dan manfaat bulanan yang diterima pekerja buruh minimal 60 persen; jaminan kesehatan melalui sistem asuransi bagi pekerja honorer; penghentian `outsourcing`, honorer dan perpanjangan kontrak; dan pencabutan Perpres tentang Penggunaan TKA.
Selanjutnya, poin kontrak politik tersebut berisi kesepakatan untuk pengangkatan guru dan tenaga honorer menjadi PNS; pemberian dana sekolah bagi bagi anak pekerja buruh; penyediaan transportasi publik murah bagi pekerja buruh; pemberian rumah murah dengan DP nol persen; serta peningkatan `tax ratio` melalui perpajakan yang berpihak kepada buruh.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "May Day - politisasi buruh melalui polemik tenaga kerja asing"
Post a Comment