Ketua KPPS Khusus Lapas Magelang Yudi Winardi di Magelang, Rabu, mengatakan sejak awal mereka tidak mau berpartisipasi pada Pilkada serentak 2018 karena ideologi mereka yang tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Sejak awal sudah tidak mau, sudah diberi sosialisasi dan sebagainya. Mereka tidak mengakui NKRI, selama di sini mereka tidak kooperatif, tidak mau ikut apel, upacara, dan sebagainya," katanya.
Ia menyebutkan dua narapidana kasus teroris tersebut, yakni GK terpidana kasus pemboman di Surakarta tahun 2016 dan TS pelaku upaya penyerangan roket ke Singapura pada 2016. Masing-masing diganjar hukuman penjara 4 tahun 6 bulan dan 3 tahun.
Dia mengatakan TPS 15 merupakan TPS khusus yang difasilitasi KPU Kota Magelang untuk memberi kesempatan napi asal Jateng menyalurkan hak pilihnya pada Pilkada 2018. TPS ini masuk wilayah Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah.
Ia menuturkan jumlah DPT di TPS ini sebanyak 508 orang, terdiri atas DPT C6 sebanyak 378 orang, DPT tambahan 90 orang, dan pemilih yang menggunakan surat keterangan 42 orang.
Menurut dia antusiasme para narapidana untuk mencoblos cukup tinggi, mereka berbondong-bondong datang ke TPS sejak pagi.
"Partisipasi pemilih di lapas biasanya mencapai 90 persen lebih. Kali ini kelihatannya sama," katanya.
Seorang narapidana kasus narkoba Seno Wicaksono (22) mengaku senang bisa menyalurkan hak politiknya sebagai warga negara Indonesia meskipun sedang menjalani hukuman di Lapas.
Ia berharap pemimpin yang terpilih membawa perubahan bagi Jawa Tengah menjadi lebih baik.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dua napi kasus terorisme tak mau mencoblos"
Post a Comment