Sebelumnya, hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah menemukan kecenderungan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) punya aspirasi kuat pada penerapan syariat Islam dan mayoritas responden menolak kepemimpinan non-muslim.
Temuan itu berdasarkan penelitian PPIM di 11 kota yang tersebar di lima provinsi, yaitu Kab. Pidie, Kab. Aceh Besar, Kota Solo, Kab. Garut, Kab/Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Mataram, Kab Lombok Timur, Kota Makassar, Kab. Maros, dan Kab. Bulukumba.
Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, menyebut penelitian itu tidak bisa menjadi bukti intoleransi atau radikalisme masuk ke sekolah melalui guru agama.
"Pertama, saya tidak tahu yang disurvei itu guru profesional atau bukan, guru yang sarjana pendidikan agama Islam atau bukan," kata Kamaruddin saat ditemui CNNIndonesia, beberapa waktu lalu.
"Tapi kalau ada guru profesional yang tidak punya pengetahuan agama yang benar, itu potensi yang berbahaya untuk intoleransi, radikalisme, dan lainnya. Tentu harus kami bina. Tapi saya kira ini tidak besar (jumlahnya). Kalaupun ada, Insyaallah tidak banyak. Kalau ada, langsung kami berikan special treatment dengan memberikan pemahaman agama yang moderat.
|
"Sekolah adalah lembaga pendidikan atau tempat pertaruhan paling strategis, the most strategic battlefield menurut saya," ujarnya.
Kamaruddin mengaku, selama ini pihak Kementerian Agama selalu mengawasi guru-guru pendidikan agama Islam. Misalnya saja dengan membina guru lewat
pembinaan profesi berkelanjutan, pelatihan berjenjang, sertifikasi, worksop, seminar, dan sebagainya.
Akan tetapi, tak ada garis koordinasi tegas antara guru agama dan Kemenag. Sejak 2012 atau sejak diterapkannya Kurikulum 2013, pembinaan guru agama di sekolah umum memang dialihkan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Guru kan diangkat pemerintah daerah, setelah diangkat akan dibina Kemenag dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas guru," kata Kamaruddin.
Kamaruddin menyebut, standar kompetensi yang harus dimiliki guru PAI sebenarnya sama dengan guru lain, yaitu memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, pedagogik, dan lainnya.
|
"Materi konten pengajaran agama harus terus di-update, guru agama tidak boleh berhenti belajar, harus terus mengupdate informasi terkahir," ucap Kamaruddin.
Kamaruddin juga berpendapat agama justru bisa dijadikan instrumen untuk meningkatkan rasa nasionalisme.
"Guru dituntut berkemampuan untuk bisa menjelaskan bahwa beragama yang baik adalah berwarga negara yang baik, itu yang harus disampaikan," ujar Kamaruddin.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta sekolah harus bisa melakukan pendekatan kepada siswanya dibandingkan dengan melarang siswa untuk melakukan berbagai hal.
"Pendekatan lebih positif action, jadi tidak usah di sekolah dilarang ini itu, anak-anak kan kalau dilarang ini itu malah penasaran kenapa dilarang? Tapi kalau didampingi dengan kegiatan positif, itu nanti akan hilang sendiri," ujar Muhadjir beberapa waktu lalu.
Muhadjir juga mengatakan untuk menumbuhkan wawasan kebangsaan bagi para siswa tidak cukup jika hanya disampaikan lewat penuturan saja, tetapi perlu ada praktek nyata yang dilakukan oleh siswa.
"Wujud nyatanya mungkin bisa kalau libur anak-anak diajak pergi ke daerah lain kemudian sadar Indonesia itu beragam," kata Muhadjir.
|
Terkait permintaan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk mengawasi kegiatan ekstrakurikuler agama Islam atau Rohani Islam (Rohis), Kamaruddin menyebut hal tersebut sebagai upaya untuk menjaga Rohis dari paham-paham yang bertentangan.
"Rohis kan selama ini sudah berkontribusi untuk memberikan pencerahan rohani kepada siswa. Ini kan ditarget oleh orang-orang luar yang ingin memasuki sekolah lewat Rohis, sehingga Rohis harus diproteksi," ucapnya.
Proteksi yang dimaksud, lanjut Kamaruddin, dengan cara pengawasan terhadap kegiatan dan materi Rohis oleh sekolah.
"Sekolah harus tahu aktivitas Rohis, termasuk siapa yang menjadi pematerinya harus diketahui. Tidak boleh sembarangan, termasuk kontennya. Kalau pembicara dari orang radikal, itu bisa jadi pintu masuk. Rohis bisa jadi pintu masuk paham radikal," kata Kamaruddin.
(vws)
Baca Kelanjutan Kemenag: Guru Agama Bukan Penyebar Intoleransi : http://ift.tt/2vNB8zFBagikan Berita Ini
0 Response to "Kemenag: Guru Agama Bukan Penyebar Intoleransi"
Post a Comment