Search

Semanggi: Simbol Kemacetan Ibu Kota

Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak diuji coba publik mulai Jumat (28/7) lalu, Jalan Layang Semanggi atau dikenal dengan nama Simpang Susun Semanggi diharapkan dapat mengurangi kemacetan Ibukota, khususnya di kawasan di sekitar simpang Semanggi.

Pihak kepolisian memprediksi, Simpang Susun Semanggi dapat mengurai kemacetan 20 sampai 30 persen.

Secara konstruksi, proyek Simpang Susun Semanggi dibagi dalam empat bentang jalan layang, yakni Bentang Plaza Semanggi, Bentang Polda Metro Jaya, Bentang Hotel Sultan dan Bentang Wisma Mulia atau BRI. Tiap dua bentang jalan layang membentuk satu lintasan jalan layang utuh berbentuk setengah lingkaran.

Sehingga, bila dilihat dari atas, proyek ini terdiri dari dua lintasan berbentuk setengah lingkaran yang bila digabungkan maka dua lintasan ini seolah-olah membentuk satu lingkaran penuh. Proyek ini menelan anggaran lebih dari Rp 300 miliar.

Namun, sebetulnya megaproyek semacam ini bukanlah yang pertama kali di Jakarta. Lebih dari 50 tahun lalu, tepatnya tahun 1961, Presiden Soekarno telah membangun Jembatan Semanggi dalam rangka menyambut Asian Games 1962.


Pembangunan Jembatan Semanggi dilakukan bersamaan dengan pembangunan ikon Ibu Kota lain semisal komplek olahraga Gelora Bung Karno dan Tugu Monas. Adalah Menteri Pekerjaan Umum (PU) kala itu, Sutami yang mengeluarkan ide pembangunan Jembatan Semanggi sebagai antisipasi kemacetan lalu lintas Semanggi saat acara besar di Senayan.

Semanggi sebagai titik sentral pertemuan antarwilayah di Jakarta juga dikemukakan oleh pengamat tata kota Yayat Supriatna.

"Dari dulu sudah dibaca pertemuan dari barat, timur, utara, dan selatan Jakarta itu di Semanggi. Semanggi itu simbol utama konsep struktur ruang kota Jakarta. Dengan demikian, Semanggi adalah lambang simbol dari perubahan Jakarta, sekaligus simbol kemacetan Jakarta," kata Yayat kepada CNNIndonesia.com.


Yayat mengatakan bahwa keadaan lalu lintas di Jakarta sudah mendesak untuk dibangun sebuah alternatif jalan baru yang dapat mengurai kepadatan.

"Persoalannya bukan 'kenapa harus membangun Simpang Susun', tapi ini terpaksa harus dilakukan karena kita tidak punya cara lain menghadapi peningkatan jumlah kendaraan."

Semanggi: Simbol Kemacetan Ibu KotaSimpang Susun Semanggi sudah 100 persen tersambung terlihat dari atas gedung di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 26 Juli 2017. (CNNIndonesia/Safir Makki)

Yayat mengatakan, selain Semanggi, pembangunan kawasan Blok M pada era Bung Karno juga menciptakan struktur jalan dan ruang baru di Jakarta. Dulu, struktur jaringan jalan terpusat hanya di Gunung Sahari, Harmoni, Jatinegara, atau Otista. Poros-poros tersebut itulah dihubungkan dengan ikon Semanggi.

"Thamrin dan Sudirman itu gagasan Bung Karno untuk mendorong pembangunan kota baru, termasuk daerah Kebayoran Baru, seperti Blok M."

Adapun keuntungan ekonomi dari Simpang Susun Semanggi yang akan paling dirasakan masyarakat adalah waktu dan biaya bahan bakar. Sebab, jalan layang melengkung terpanjang pertama di Indonesia itu mampu mengurangi waktu antrean kendaraan, serta pemborosan bahan bakar.

Meski demikian, Yayat khawatir bahwa manfaat pembuatan Simpang Susun Semanggi ini hanya bersifat sementara. Sebab potensi volume kendaraan di Ibukota ke depannya sangat bisa semakin besar.


"Suatu saat nanti, kalau mobilnya lebih padat lagi, tidak ada pengendalian lagi, ya macet lagi," ucap dosen Teknik Planologi, Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti tersebut.

Ia pun menyarankan agar pembatasan lalu lintas senantiasa dilakukan di kawasan Semanggi, seperti sistem ganjil-genap, three in one, dan pemberlakuan gerbang jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).

"Mobil boleh dibeli, tapi pembatasan lalu lintas harus selalu dilakukan." ujar Yayat. (osc/gil)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Semanggi: Simbol Kemacetan Ibu Kota : http://ift.tt/2tSTi2K

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Semanggi: Simbol Kemacetan Ibu Kota"

Post a Comment

Powered by Blogger.