Rencana itu diutarakan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Anton Sihombing usai berkunjung ke dua lembaga negara tersebut, Jumat (18/8).
"Tadi yang saya lihat dari BPK pertama kali adalah sistem pengamanannya. Di sana, tamu tidak boleh masuk ke ruangan anggota sambil membawa handphone. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Anton di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (18/8).
Sistem pengamanan tersebut, kata Anton, jauh lebih baik dibandingkan yang ada di Gedung DPR saat ini. Anton bahkan membandingkan kondisi Gedung DPR RI dengan kondisi gedung anggota dewan negara tetangga seperti Bangladesh.
"Walaupun (kondisi fisik) gedung DPR Bangladesh masih jauh ketimbang kita, tapi setiap orang harus tiga kali di-screening untuk bisa masuk keruangan anggota DPR atau ke komplek DPR," katanya.
Adapun untuk kondisi di gedung parlemen Indonesia itu saat ini, kata Anton, semua orang masih bebas masuk tanpa sistem pengamanan yang memadai."Sementara yang ingin kami tiru dari MK adalah desain ruangannya. Tadi saya lihat, di ruangan hakim itu ada diningroom-nya, ada ruangan tamunya, kamar mandinya juga ada. Saya rasa itu adalah kebutuhan yang wajar," katanya.
Anton menjelaskan, kondisi Gedung Nusantara I yang menjadi ruang kerja anggota dewan, saat ini sudah tidak mampu lagi menampung 560 anggota dewan berikut staf dan tenaga ahlinya. Setiap ruangan rata-rata diisi delapan orang yakni satu anggota dewan, lima staf ahli dan dua tenaga ahli. Jika dikalkulasikan dengan 560 anggota, Gedung Nusantara I DPR harus menampung sedikitnya 4.480 orang. Padahal, kata Anton, kapasitas gedung hanya mampu menampung 800 orang saja.
"Satu lantai bisa 40-50 anggota. Dengan stafnya bisa 300 anggota. Kamar mandi saja kami harus ngantri. Bahkan, anak-anak saya kalau saya bawa ke kamar kerja saya sudah tidak mau lagi. Jijik melihat kamar mandi yang direbutkan sekian orang," ucap Anton.
|
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyerahkan keputusan rencana proyek pembangunan gedung baru anggota dewan kepada pemerintah. Fahri mengatakan hal itu merespons pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang moratorium pembangunan gedung baru bagi instansi pemerintahan.
"Kami itu sederhana saja, semua kami serahkan ke eksekutif. Karena bagaimanapun kan yang namanya uang di kantong eksekutif, bendahara itu kan tidak ada di DPR," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (18/8).
Fahri pun menyinggung sistem di negara RI dimana legislatif tak memiliki kewenangan anggaran yang terpisah dari eksekutif.
"Kalau di kita kan tidak ada sistem jatah. Kalau di negara yang sistem jatah ya kita boleh mengambil sikap sendiri, tapi ini pada akhirnya kan pemerintah setuju atau tidak," ujarnya.
Namun, senada Anton, Fahri mengatakan gedung baru dinilai perlu karena kondisi saat ini. Apalagi, klaim Fahri, itu merupakan suara bulat anggota parlemen.
"Jadi ini semua terserah kepada pemerintah, terutama kepada presiden dan wapres. Kita hanya menyampaikan pandangan dan kesimpulan yang diputuskan secara aklamasi dalam paripurna itu saja," katanya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Demi Keamanan, DPR Ingin Gedung Baru Sekelas MK dan BPK"
Post a Comment