Search

FPI, PKS dan Aksi Menunggangi Demokrasi

Aktivitas politik Front Pembela Islam (FPI) bukan baru kali ini dilakukan. Sejak awal organisasi ini didirikan pada 17 Agustus 1998, FPI kerap mengeluarkan sikap politik untuk merespons situasi negara.

Saat usianya belum genap tiga bulan, FPI menuntut pertanggungjawaban Orde Baru pada Sidang Istimewa MPR. Organisasi pimpinan Rizieq Shihab ini juga mengeluarkan pernyataan tentang bahaya Forkot dan Famred –organisasi yang ikut memotori tumbangnya Soeharto– sebagai kelompok kiri.


FPI juga pernah menuntut pemeriksaan Leonardus Benjamin Moerdani, tokoh militer yang berkecimpung di dunia intelijen, karena menyangkut dugaan keterlibatan dalam berbagai kerusuhan dan pelanggaran HAM di Indonesia.

Berbagai aksi terus dilakukan FPI melalui gerakan protes turun ke jalan, hingga kini.

Gelombang Aksi Bela Islam Jilid I pada Oktober 2016 hingga jilid VII pada Mei 2017, mampu menggeser kembalinya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Pilkada DKI Jakarta lalu.

Juru Bicara FPI Slamet Maarif mengatakan, sejak awal organisasinya memutuskan untuk tidak buta politik.

Dia mengatakan, kehidupan bernegara tidak bisa lepas dari kehidupan politik. Dari berpolitik itu, kata Slamet, melahirkan kebijakan yang mengatur kehidupan masyarakat.

“Walaupun kami bukan partai politik, tapi kami harus berjuang menyampaikan lewat jalur politik. Termasuk melahirkan perda yang bernuansa syariat Islam,” kata Slamet saat ditemui di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, awal Agustus.

FPI, PKS dan Aksi Menunggangi DemokrasiFPI kerap merespons situasi negara dengan sikap tertentu. Aksi Bela Islam adalah di antaranya. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)

Dia mengatakan, FPI akan mengawal kebijakan agar tidak bertentangan dengan nilai agama atau membumihanguskan Islam. Lobi dengan sejumlah partai politik pun dilakukan untuk menyampaikan aspirasi politiknya.

Slamet menjelaskan, FPI memiliki badan khusus organisasi bernama Badan Ahli Front yang bertugas menganalisis mengelola survei dan penelitian, termasuk politik, untuk disampaikan ke pejabat teras.

Badan itu diisi kalangan ulama, cendekiawan, teknokrat, sipil, militer, maupun purnawirawan.

Dia mengatakan, awalnya FPI dibentuk untuk memerangi kemaksiatan. Namun seiring waktu, banyak kebijakan maupun undang-undang yang dianggap bertentangan dengan keyakinan mayoritas penduduk Indonesia, yakni umat Islam.

“Banyak UU yang menurut kami membahayakan umat Islam, melanggar syariat Islam,” katanya

Menolak Demokrasi

Ketua Bidang Penegakan Khilafah Awit Masyhuri menyatakan, FPI telah sepakat memperjuangkan syariat islam melalui jalur konstitusional. Namun sistem yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi, sesuatu yang bertolak belakang dengan pandangan FPI.


Awit menegaskan, FPI tidak menerima demokrasi karena bertentangan dengan hukum Tuhan. Demokrasi, menurutnya, adalah hukum yang dibuat manusia karena itu tidak seharusnya diimani.

“Islam tidak mengenal demokrasi, yang ada adalah musyawarah,” kata Awit.

Dia mengatakan, sila keempat Pancasila tidak menyebutkan istilah demokrasi di dalamnya, tapi menggunakan kata ‘permusyawaratan’.

FPI menginginkan Indonesia menggunakan prinsip musyawarah, bukan sistem demokrasi. Termasuk dalam pemilihan pemimpin nasional.


Pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat, kata Awit, merupakan penerapan sistem demokrasi.

Sedangkan FPI menginginkan rakyat memilih perwakilannya saat pemilu, selanjutnya presiden, gubernur, walikota, hingga bupati dipilih secara musyawarah oleh wakil rakyat.

Namun Awit menyadari, yang berlaku sekarang adalah sistem demokrasi. Dia menganggap situasi saat ini sebagai keadaan darurat. Mau tidak mau, demokrasi harus dijalani.

“Tidak ada rotan, akar pun jadi. Karena tidak ada cara lain lagi, sistem demokrasi kami tunggangi, tapi tujuan akhirnya adalah Islam,” kata Awit.

“Kita dipaksa untuk berpartai, dipaksa untuk berdemokrasi. Sedangkan kalau kami tidak ikut, demokrasi akan dikuasai mafia,” tambahnya.

Dia mengatakan, FPI tidak terpikir untuk mengubah organisasi menjadi partai politik. Namun pada musyawarah nasional keempat yang digelar 2013, mereka sepakat bahwa FPI bisa melahirkan partai politik, setelah melalui kajian mendalam.

“Sesuai mandat para pendiri, FPI tidak akan bisa menjadi partai. Tapi melahirkan partai, itu mungkin. FPI membentuk partai entah apa namanya, kami belum bahas,” ujar Awit.

Dia mengatakan, FPI masih percaya dengan partai Islam yang ada saat ini.

Slamet menyebut hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja partai Islam yang masih bisa diajak bekerja sama. Sementara partai Islam lainnya, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tak lagi diperhitungkan.

“Kemarin PPP mendukung Ahok sehingga kami sudah tidak hitung lagi. Jadi kami lihat hanya PKS saja sekarang,” kata Awit.

FPI, PKS dan Aksi Menunggangi DemokrasiFPI menyatakan pihaknya mempercayai PKS sebagai Partai Islam. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)

Membuka Diri

Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, selama ini partainya tidak memiliki hubungan struktural dengan FPI. Namun PKS membuka diri untuk bekerja sama dengan FPI dan juga ormas Islam lainnya.

“Tidak ada hubungan spesial, tidak ada juga perlakuan istimewa, tidak ada juga koordinasi yang khusus,” kata Hidayat saat dihubungi pada pekan lalu.

Dia menegaskan, partainya menjalin hubungan dengan siapa pun. Sementara FPI hanya salah satu dari kelompok masyarakat yang berhubungan dengan PKS.

“FPI tidak hanya berhubungan dengan PKS. FPI juga berhubungan dengan partai lain, terutama partai Islam,” kata mantan Ketua MPR RI itu.

Hidayat menanggapi pernyataan Awit yang menyebut FPI hanya percaya pada partai Islam, yaitu PKS. Khususnya soal memperjuangkan lahirnya kebijakan syariat Islam di parlemen.


“Kami memang konsisten berani menjaga agar undang-undang yang sekaligus dilarang dalam hukum itu juga dilarang agama, tetapi kami dengan cara yang demokratis,” kata anggota Komisi I DPR RI itu.

Menurutnya, selama ini tidak ada satu undang-undang pun yang secara spesifik disebut sebagai syariat Islam. Namun syariat Islam itu masuk dalam kebijakan UU Antipornografi atau UU mengenai zakat.

“Pada tingkat ini mungkin dengan FPI sama. Tetapi mereka (berjuang) di luar. Mereka langsung kepada agamanya, syariahnya, kemudian seolah-olah mereka menjadi eksklusif karena yang mereka perjuangkan,” ujar Hidayat. </span> (asa/asa)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan FPI, PKS dan Aksi Menunggangi Demokrasi : http://ift.tt/2fRjqZJ

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "FPI, PKS dan Aksi Menunggangi Demokrasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.