Ketua Bidang Komersial Asosisasi Industri Sepedamotor Indonesia ( AISI) Sigit Kumala, mengatakan, pemerintah DKI harus menyiapkan sarana transportasi umum yang memadai bila ingin menerapkan kebijakan larangan itu.
Bila sarana transportasi umum tidak mendukung, maka yang akan menjadi korban, kata Sigit, adalah masyarakat kelas menengah yang menggunakan sepeda motor.
"Dilihat saja faktanya, seperti apa. Memang bisa mengurai kemacetan di Jalan Sudirman-Thamrin, tapi bagaimana dengan kemacetan di jalan-jalan lainnya," kata Sigit Kumala saat dihubungi CNN Indonesia.com, Rabu (9/8).
Kendati demikian, Sigit menyerahkan kebijakan larangan itu kepada Pemprov DKI Jakarta. "Mau bagaimana lagi, ini kebijakan pemerintah daerah," katanya.
Berdasarkan data Polda Metro Jaya tahun 2015, lalu lintas di Jakarta didominasi oleh sepeda motor yang mencapai 74,94 persen atau sejumlah 13,98 juta unit.
Selain itu, Sigit mengatakan, kebijakan pembatasan sepeda motor tidak akan berpengaruh besar terhadap penjualan sepeda motor.
"Tidak akan berpengaruh signifikan, meskipun ada," katanya.
Aturan Pembatasan Motor
Ketua umum Road Safety Asscoiation (RSA) Indonesia Edo Rusyanto, mengatakan, secara hukum pembatasan sepeda motor sangat kuat.
Menurut Edo, DKI Jakarta memiliki Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2014 yang ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 28 April 2014.
Dalam aturan ini disebutkan bahwa untuk melaksanakan pengendalian lalu lintas jalan, salah satunya Pemda dapat melakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor pada kawasan tertentu dan/atau waktu dan/atau jaringan jalan tertentu.
Perda tersebut merujuk pada UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 Juni 2009.
Selain itu, merujuk pada PP No 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas yang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Juni 2011.
Pemprov DKI akan memperluas jalur terlarang sepeda motor mulai September. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Namun pembatasan kendaraan menurutnya harus memenuhi sejumlah syarat. Di antaranya telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan.
Masih merujuk pada PP 32/2011, angkutan umum yang disediakan harus memenuhi standar pelayanan minimal (SPM).
Definisi SPM bila merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 98 tahun 2013 yang diteken Menteri Perhubungan EE Mangindaan pada 30 Desember 2013 meliputi, keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan.
Kata Edo, salah satu aspek dalam keteraturan, adalah jarak antara kendaraan angkutan perkotaan.
"Paling lama 15 menit. Penentuan waktu puncak disesuaikan kondisi masing-masing daerah," katanya.
Jadi jika angkutan umum telah sesuai dengan aturan, maka pembatasan sepeda motor bisa dilaksanakan. "Namun, tetap dengan catatan, dilakukan sosialisasi dengan massif dan tepat sasaran," katanya.
Selain itu pemerintah juga harus menjalankan transparansi informasi ke publik. "Perihal alasan pembatasan dan dampak dari penerapan pembatasan," kata Edo. </span> (syh)
Baca Kelanjutan Jalur Terlarang Motor di Jakarta Dinilai Sulitkan Warga : http://ift.tt/2vnZmSrBagikan Berita Ini
0 Response to "Jalur Terlarang Motor di Jakarta Dinilai Sulitkan Warga"
Post a Comment