Ismail langsung mengajak masuk ke dalam kantornya. Dia bepesan untuk tidak memotret bagian dalam kantor HTI. Kantor HTI tampak sepi pasca-dicabutnya SK badan hukum organisasi tersebut. Tulisan HTI di depan kantor, ditutup kain hitam.
Ismail pun langsung mengajak ke sebuah ruangan guna melakukan wawancara. Dia mulai bercerita tentang konsep Khilafah yang mereka usung untuk ditegakkan. Dia juga menjawab tudingan soal anti-Pancasila.
HTI dibubarkan pemerintah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila dan mengancam keutuhan bangsa Indonesia. HTI merupakan perpanjangan Hizbut Tahrir, sebuah partai politik yang lahir di Palestina. Hizbut Tahrir memiliki arti Partai Pembebasan.
Ismail mengatak pihaknya menyasar semua kalangan untuk dijadikan ‘aktivis’ HTI, mulai dari akademisi, profesional, birokrat, pengusaha, pelajar hingga mahasiswa. Ada sebuah badan untuk menggalang kader dari masing-masing segmentasi tersebut.
Kelompok mahasiswa sendiri menjadi bidikan utama HTI. Ismail menyebut dalam melakukan pengkaderan kalangan mahasiswa, mereka membentuk sebuah organisasi, Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan.
“Kalau yang disebut dengan berafiliasi ya itu ya seperti Gema Pembebasan, itu memang kita yang membentuk. Gema Pembebasan itu kan gerakan mahasiswa pembebasan,” kata Ismail.
Ismail menyadari lingkungan kampus menjadi ‘pertarungan’ dalam menanamkan ideologi.
HTI menggelar aksi tolak Perppu Ormas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Di kampus sendiri lahir organisasi kemahasiswaan ektra kampus yang masih ada hingga sekarang, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) hingga Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Menurut Ismail, wajar lingkungan kampus menjadi medan ‘pertarungan’ ideologi hingga perekrutan kader. Dan HTI, kata dia, memberikan warna tersendiri dalam pergulatan ideologi dan pemikiran di dalam kampus.
“Di situ Hizbut Tahrir memberikan warna dalam pergulatan pemikiran atau pertarungan di antara mahasiswa Islam. Kemudian akhirnya juga memberikan warna di dalam pertarungan pemikiran di kampus secara umum,” tuturnya.
Selain menggunakan Gema Pembebasan sebagai organisasi sayap untuk menjaring kader, para aktivis HTI juga ‘menyusup’ ke lembaga dakwah kampus yang ada di setiap universitas. Namun Ismail tak mau disebut pihaknya menyusup ke lembaga dakwah yang ada di kampus-kampus untuk menjaring kader.
“Ini juga pembinaan yang biasa, yang wajar gitu. Jadi kalau disebut menyusup itu, itu lah yang kemudian terjadi monsterisasi itu kayak gitu. Istilah menyusup seperti itu. Padahal sebenarnya juga yang diomongin dakwah, sebagaimana yang lain-lain juga berdakwah,” ujarnya.
Konsep Khilafah yang diusung HTI tumbuh subur di perguruan tinggi negeri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa di perguruan-perguaran tinggi negeri bergabung menjadi aktivis HTI, baik masuk dalam Gema Pembebasan atau ikut di lembaga dakwah.
Sebut saja kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadajaran (Unpad), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sebelas Maret (UNS) hingga Universitas Indonesia (UI). (asa)
Baca Kelanjutan Jurus Tiga Kitab Penyokong Khilafah : http://ift.tt/2fNY531Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jurus Tiga Kitab Penyokong Khilafah"
Post a Comment