Kristina Mimin Saminah, seorang warga adat Sunda Wiwitan mengatakan hal tersebut ketika CNNIndonesia.com mengunjungi kediamannya di RT 29 RW 10 Kelurahan Cigugur, Jumat (25/8).
"Karena ini tanah adat, tanah milik Pangeran Tedjabuana, ya bakal dipertahankan sampai titik darah penghabisan,” tutur Mimin.
Pada Kamis (24/8), pendgadilan gagal mengesekusi tanah karena mendapat perlawanan dari warga.
Pengadilan Kuningan mengeksekusi tanah seluas 224 meter, setelah sengketa tanah dimenangkan oleh Jaka Rumantaka.
Jaka Rumantaka mengklaim tanah tersebut merupakan warisannya yang didapat dari ibunya Ratu Siti Djenar Sriningpuri Alibassa. Siti Djenar merupakan anak dari istri pertama Pangeran Tedjabuana yang bernama Ratu Nyi Mas Arinta.
Meski Jaka telah memenangkan perkara di Pengadilan Negeri Kuningan, warga adat sunda wiwitan tetap menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat. Oleh karenanya, warga tidak ingin tanah tersebut jatuh ke tangan Jaka.
Pangeran Tedjabuana memberi izin kepada Kusnadi untuk membangun rumah di tanah tersebut dan menempatinya. Kusnadi juga diharuskan menemani anak Pangeran Tedjabuana, yaitu Pangeran Jatikusuma memimpin warga adat Sunda Wiwitan di Cigugur. Tugas Kusnadi adalah mengembangkan kebudayaan Sunda Wiwitan.
Kusnadi juga tidak diberi hak kepemilikan tanah. Dia hanya diberi izin untuk menempati lahan tersebut saja.
|
Saat ditemui CNNIndonesia.com di Paseban Tri Panca Tunggal, Dewi dengan tegas bakal melakukan aksi penghadangan bilamana eksekusi kembali dilakukan.
"Itu tanah leluhur kami yang merupakan tanah milik seluruh masyarakat adat. Bukan milik perorangan,” tutur Dewi.
Dewi merupakan cicit dari Pangeran Tedjabuana yang kini tinggal bersama Pangeran Jatikusuma di Paseban Tri Panca Tunggal.
Kondisi kesehatan Pangeran Jatikusuma sudah tidak memungkinkan untuk terjun ke lapangan. Selama ini Dewi dan suaminya, Okki Satria Djati yang memimpin warga Sunda Wiwitan dalam mempertahankan tanah adat.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Titik Darah Penghabisan Warga Sunda Wiwitan"
Post a Comment