Sebagian dari masyarakat adat Sunda Wiwitan di Cigugur baru bisa meluangkan waktu bercengkerama setelah seharian terjun aksi mengadang proses eksekusi lahan tanah adat.
Paseban Tri Panca Tunggal adalah simbol komunitas adat penganut Sunda Wiwitan di Cigugur. Bangunan itu merupakan cagar budaya nasional yang ditempati oleh Pangeran Jatikusuma, Ketua komunitas adat Sunda Wiwitan di Cigugur.
Di sela keriuhan kecil malam itu, putri dari Pangeran Jatikusuma, Dewi Kanti Setianingsih keluar dari salah satu ruangan Paseban. Dia menyambut CNNIndonesia.com dengan suara parau. “Maaf, suara saya habis gara-gara aksi tadi siang,” tuturnya.
Malam itu Dewi mengisahkan kembali asal usul tanah keluarga yang kini menjadi sengketa.
Pangeran Madrais, Pencetus Sunda Wiwitan
Dewi menceritakan, saat leluhurnya yakni Pangeran Madrais meninggal dunia, tampuk pimpinan komunitas adat Sunda Wiwitan diberikan kepada anaknya yang bernama Pangeran Tedjabuana Alibassa.
Pangeran Tedjabuana memiliki istri bernama Ratu Nyi Mas Arinta yang memberikannya tiga putri. Putri ketiga bernama Ratu Siti Djenar Sriningpuri Alibassa yang nantinya memiliki anak bernama Jaka Rumantaka.
Setelah istrinya meninggal dunia, Pangeran Tedjabuana menikah lagi dengan Ratu Saodah. Dari pernikahannya yang kedua, Pangeran Tedjabuana memiliki tujuh anak, di antaranya empat putra dan tiga putri.
“Anak kedua mereka adalah Pangeran Jatikusuma Alibassa atau ayah saya yang saat ini masih ada,” kata Dewi.
|
Pada saat menjabat sebagai ketua komunitas Sunda Wiwitan, Pangeran Tedjabuana tidak selalu berada di Cigugur. Dia tidak menempati Paseban Tri Panca Tunggal yang sejak dulu menjadi pusat kegiatan Sunda Wiwitan.
Pangeran Tedjabuana tinggal di Cirebon karena leluhurnya, yakni Pangeran Madrais merupakan keturunan Keraton Gebang Cirebon.
Paseban yang dulunya dijadikan pusat kegiatan Sunda Wiwitan, ditinggali oleh anak dari istri pertamanya, Ratu Siti Djenar. Jaka Rumantaka juga tinggal di Paseban bersama sang ibu dan bapak.
Pangeran Tedjabuana memerintahkan anak laki-laki dari istri keduanya yang bernama Pangeran Jatikusuma menempati Paseban di Cigugur. Pangeran Jatikusuma diminta memimpin warga Sunda Wiwitan yang berada di Cigugur.
Dengan demikian, ada dua keluarga yang tinggal di Paseban, yakni keluarga Siti Djenar dan keluarga Pangeran Jatikusuma.
Pangeran Jatikusuma ingin dibantu oleh seorang budayawan bernama Engkus Kusnadi (alm) selama menjabat sebagai pimpinan adat di Cigugur.
“Waktu itu, Pangeran Jatikusuma menilai Pak Kusnadi dapat membantunya mengembangkan budaya Sunda Wiwitan,” tutur Dewi.
Pangeran Tedjabuana dan Pangeran Jatikusuma lalu memberikan izin kepada Kusnadi untuk mendirikan rumah di tanah milik Pangeran Tedjabuana. Izin itu diberikan pada tahun 1973. Tak lama, Kusnadi lalu membangun rumah di sana.
[Gambas:Video CNN]
Istri mendiang Engkus Kusnadi, Kristina Mimin Saminah mengatakan, meski diberi izin, bukan berarti suaminya diberi hak kepemilikan atas tanah tersebut. Tanah yang ditempatinya tetap milik masyarakat adat atas nama Pangeran Tedjabuana.
Memperkuat kesaksian Dewi, Mimin juga mengatakan bahwa suaminya boleh menempati tanah 224 meter persegi tersebut dengan catatan.
“Suami dan saya disuruh menemani Rama Jati (Pangeran Jatikusuma), dengan syarat harus mengembangkan seni budaya dan kesenian,” tutur Mimin saat diwawancara CNNIndonesia.com di rumah yang berdiri di atas tanah milik Pangeran Tedjabuana, Jumat malam (26/8).
Setelah itu, keluarga Mimin dan Kusnadi menempati rumah tersebut hingga kini. (gil)
Baca Kelanjutan Intrik Keluarga di Tanah Sengketa Sunda Wiwitan : http://ift.tt/2wU789kBagikan Berita Ini
0 Response to "Intrik Keluarga di Tanah Sengketa Sunda Wiwitan"
Post a Comment