Menurut Ilham, pihak rumah sakit mestinya memahami aturan penanganan pada pasien kondisi darurat atau emergency.
"Ini ada suatu ketidakwajaran dalam penanganan pasien. Seharusnya kita punya tata kelola yang terstandar dengan baik dan mendahulukan kepentingan kehidupan pasien. Itu yang terutama," kata dia saat ditemui di gedung Mahkamah Konsitusi (MK) Jakarta, Selasa (12/9).
Tak jarang, kata dia, kewenangan dokter terbatas pada aturan yang berlaku di rumah sakit tersebut. Tetapi dia juga menolak bila dokter dijadikan kambing hitam saat muncul persoalan seperti yang menimpa bayi Debora.
"Jangan sampai kalau ada masalah, dokter jadi ujung tombak karena ini terkait dengan policy di rumah sakit," tutur Ilham.
Koordinasi dengan pihak rumah sakit dinilai penting untuk mencegah terulangnya peristiwa yang menimpa bayi Debora pada pasien lain.
"Kalau tidak diselesaikan sebaik-baiknya akan ada Debora kedua, Debora ketiga," ujarnya.
Saat dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya, bayi Debora mengalami batuk berdahak dan sesak nafas. Bayi Debora dibawa ke RS Mitra Keluarga Kalideres di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Minggu (3/9) dini hari.
Untuk masuk ke ruang tersebut, orang tua Debora diminta menyediakan uang muka senilai Rp19,8 juta.
Sementara Kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki tak bisa digunakan karena rumah sakit swasta itu belum bekerja sama.
Bayi Debora mengembuskan nafas terakhir di ruang IGD RS Mitra Keluarga Kalideres, sekitar pukul 10.00 WIB.
Sementara rumah sakit sendiri menyatakan sudah menangani bayi Debora sudah semestinya di IGD. Rumah sakit tidak membawa bayi Debora ke ruang PICU orang tua keberatan pada biaya yang haru dibayar.
Rumah sakit sudah membantu mencarikan rumah sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS. Namun belum sempat dipindahkan, bayi Debora keburu menghembuskan nafas terakhirnya.
(wis)
Baca Kelanjutan IDI Akui Ada Perlakuan Tak Wajar RS Mitra Keluarga ke Debora : http://ift.tt/2h1ParUBagikan Berita Ini
0 Response to "IDI Akui Ada Perlakuan Tak Wajar RS Mitra Keluarga ke Debora"
Post a Comment