Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, Gatot tidak sepatutnya membeberkan hal itu ke publik. Menurutnya, hasil laporan intelijen selalu bersifat rahasia, sehingga publik tidak berhak tahu terkait hal itu.
“Tidak elok mengomentari institusi lain di hadapan publik. Kalau pun ada problem yang perlu diselesaikan, sampaikan di forum yang tepat. Misalnya dalam sidang kabinet atau laporkan kepada presiden,” tutur Khairul kepada CNNIndonesia.com.
Wiranto menyangkal pernyataan Gatot. Dia menjelaskan, informasi yang benar yaitu pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan Pindad oleh Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan intelijen.
"Saya sudah panggil Panglima TNI dan Polri. Ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas terkait pembelian senjata itu. Setelah saya tanya, saya cek, ini adalah pembelian 500 pucuk senjata dari Pindad untuk sekolah intelijen," kata Wiranto.
"Rekaman itu benar-benar omongan saya, 1.000 persen benar," ujar Gatot saat ditemui di Mabes TNI, Cilangkap, Minggu malam.
Soal ini Khairul mengkritik keras. Dia menuturkan seharusnya Panglima TNI punya informasi yang valid sebelum menyampaikan hal tertentu ke publik.
“Kalau sekelas panglima TNI ya, berani bicara seperti itu mestinya sudah mempunyai informasi yang cukup. Tapi kalau melihat kemarin kita harus pertanyakan validitas yang dia pegang,” kata Khairul.
Di samping soal senjata api untuk BIN, Khairul mengatakan Gatot juga pernah melontarkan pernyataan yang menyudutkan Kementerian Pertahanan, yakni perihal pembelian helikopter
|
Kontroversi Lainnya
Februari lalu, Gatot sempat menyebut ada peraturan yang membatasi kewenangannya sebagai panglima. Peraturan yang dimaksud Gatot yakni Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Negara.
Selain itu, Gatot juga sempat menekankan peran TNI yang menurutnya perlu dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Pada Juni lalu, Gatot menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme harus segera direvisi dan TNI masuk dalam bagian undang-undang tersebut. Jika tidak, kata Gatot, teroris akan terus berpesta di Indonesia karena undang-undang yang ada memiliki banyak kelemahan.
Keinginan Gatot itu menjadi perdebatan lantaran dianggap berpotensi pada konflik kepentingan antarinstansi, karena sejauh ini, Polri yang memiliki peranan penuh atas penanggulangan terorisme di Indonesia.
“Itu kan sempat menimbulkan kegaduhan ya,” kata Khairul.
Ryamizard kontan menanggapi desakan Gatot itu dengan mengatakan bahwa membeli Sukhoi tidak semudah membeli kacang goreng.
Selain mengusik hubungan baik dengan instansi lain, lanjut Khairul, Gatot juga pernah mengutarakan pernyataan yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Khairul memberi contoh yakni pada Juni lalu, ketika Gatot menyatakan ada beberapa daerah di Indonesia yang telah menjadi basis simpatisan Negara Islam Irak Suriah (ISIS). Menurut Khairul, langkah Gatot mengutarakan hal tersebut hanya menerbitkan rasa cemas di masyarakat.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jejak 'Akrobat' Tajam dan Kontroversial ala Jenderal Gatot"
Post a Comment