Said mengatakan, di sekitar kawasan itu, terdapat potensi sumber daya alam seperti minyak dan gas.
"Ini sebenarnya politik saja dan gap sosial yang sangat lebar," ujar Said di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (5/9).
Persekusi pemerintah Myanmar kepada Rohingya di Rakhine meningkat dalam lima tahun terakhir. Sekitar 400 warga Rohingya tewas, lebih dari 50 ribu orang melarikan diri ke perbatasan Bangladesh.
Sementara itu, sejumlah warga Rohingya menuturkan, konflik itu terjadi karena mereka tak diakui dan dipaksa keluar dari kawasan yang telah ditempati ratusan tahun.
Berdasarkan laporan Forbes, Myanmar diperkirakan memiliki cadangan migas 11 triliun dan 23 triliun kaki kubik. Posisi geopolitik Myanmar juga dinilai menguntungkan, sehingga mendorong perusahaan multinasional berebut mengeksplorasi wilayah.
Di luar urusan politik, Said mengecam segala tindakan kejam yang dilakukan militer terhadap Rohingya.
Namun dia tak sepakat dengan rencana sejumlah ormas yang menggelar aksi bela Rohingya di kawasan Borobudur. Menurut Said, umat Muslim Indonesia besikap toleran terhadap keberagaman budaya.
"Ngapain sih (aksi) di Borobudur? Apa terus Islam kita kurang begitu?" ucapnya.
Jangan Jadi Alat Politik
Di tempat terpisah, Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah meminta masyarakat tidak menjadikan konflik di Myanmar yang melibatkan Rohingya sebagai alat politik.
|
"Kalau mau mendorong pemerintah melakukan kepeduliannya, ya dorong saja tapi jangan digunakan untuk menuduh, menegasikan siapa pun yang seolah-olah tak peduli dan lambat reaksinya," kata Dahnil di kantornya.
Dia mengatakan, krisis kemanusiaan Rohingya yang dijadikan alat politik di Indonesia merupakan tindakan yang memuakkan. Menurut Dahnil, seharusnya peristiwa kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya dapat menjadi momentum menyatukan semangat dan solidaritas kemanusiaan.
Peristiwa yang menimpa etnis Rohingya juga dapat menjadi momen bagi Indonesia untuk menunjukkan cara menghormati keberagaman kepada Myanmar.
"Cara memberi pesan kepada Myanmar justru dengan cara akhlak yang baik, jadi pesannya ke anak-anak muda sana supaya masyarakat Myanmar juga berani bersuara," tuturnya.
Informasi dan berita berimbang mengenai kondisi konflik di Myanmar juga diharapkan muncul dari media massa. Permintaan itu disampaikan Ketua Umum DPP Generasi Muda Buddhis Indonesia Bambang Patijaya.
"Yang jelas kami berharap ada jalan keluar bagi rekan-rekan kita etnis Rohingya terhadap penindasan yang dilakukan militer Myanmar," ujar Bambang.
Konflik antaretnis di Myanmar diharapkan menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat. Biksu dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Budi Dharma, Widya Sasana mengatakan, pembelajaran dapat dipetik bersamaan dengan pemberian dukungan dan contoh baik terhadap Myanmar.
"Dalam dunia ini kita sedang menuju satu kedamaian, kebahagiaan. Ini harus menjaga seluruh akhlak kita. Saya bangga dengan bangsa ini, kita semua berkumpul bukan hanya mengecam tapi juga belajar dari tragedi di Myanmar," kata Widya. </span> (pmg/asa)
Baca Kelanjutan PBNU Sebut Konflik Rohingya Persoalan Politik dan Gap Sosial : http://ift.tt/2vHQDh7Bagikan Berita Ini
0 Response to "PBNU Sebut Konflik Rohingya Persoalan Politik dan Gap Sosial"
Post a Comment