Tangis keluarga korban kecelakaan pesawat pada Senin (29/10) yang mengangkut 189 penumpang dan awak tersebut pecah di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Selasa siang atau tepat sembilan hari setelah kejadian itu.
Tidak hanya tangisan, bahkan ada beberapa di antaranya jatuh pingsan di buritan KRI Banjarmasin-592 ketika mereka mengikuti prosesi doa bersama dan tabur bunga di lokasi tempat jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 itu.
"Aku masih ingin di sini. Aku masih ingin di sini," kata salah satu keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 sambil menangis.
Didampingi relawan Palang Merah Indonesia (PMI), dia tidak kuasa menahan tangis di lokasi pesawat jatuh.
"Pasti ditemukan, hanya masalah waktu saja," kata seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang menangis.
Mereka berjalan berpelukan menuju buritan kapal untuk mendoakan keluarga yang menjadi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Banyak di antara mereka tidak kuasa menahan tangis, ketika panitia doa bersama dan tabur bunga menyatakan bahwa mereka berada di lokasi pesawat itu jatuh.
Beberapa bahkan tidak kuasa menahan kesedihan sehingga sampai tidak sadarkan diri. Beberapa terlihat tabah dan saling menguatkan.
Beberapa memilih menaburkan bunga di laut dalam diam, dengan tatapan mata menerawang ke arah laut lepas.
Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 difasilitasi untuk melihat lokasi pesawat jatuh itu guna berdoa dan menaburkan bunga.
TNI Angkatan Laut mengerahkan dua kapal, yaitu KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593. Kapal berangkat dari dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok.
Evakuasi diperpanjang
Di balik ungkapan dari keluarga korban "pasti ditemukan, hanya masalah waktu saja", seakan menyiratkan harapan bahwa evakuasi dan pencarian korban akan terus dilakukan sampai semua korban ditemukan dengan tuntas.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Muhammad Syaugi menyampaikan bahwa kelanjutan proses evakuasi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 akan diputuskan Rabu siang (7/11).
"Akan dilihat dengan perolehan hari ini dan besok pagi, lalu siangnya akan dirapatkan kemudian diputuskan. Kami lihat dulu trennya seperti apa," tutur Syaugi.
Menurut penjelasan yang ia berikan, keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan pencarian akan dilihat dari jumlah temuan.
Jika semakin bertambah banyak maka proses evakuasi yang kini berpusat di Utara Tanjung Pakis, Karawang, akan dilanjutkan, namun akan dihentikan jika tren menunjukkan hal sebaliknya.
"Kami akan terus berusaha maksimal untuk mencari saudara-saudara kita yang masih belum ditemukan," katanya.
Sementara untuk pencarian Cockpit Voice Recorder (CVR), salah satu bagian dari kotak hitam pesawat, hingga Selasa ini belum membuahkan hasil karena terkendala sinyal "ping" yang sulit dideteksi.
Sedangkan Flight Data Recorder (FDR) sudah ditemukan empat hari setelah kejadian.
Tim pencari gabungan yang diperkuat dengan ratusan penyelam dan wahana Remote Operating Vehicle (ROV) belum bisa menemukan salah satu bagian kotak hitam itu meski sudah memiliki fokus area penyisiran.
"Sinyalnya itu sudah sangat lemah, tapi kami perkirakan ada di sisi Barat Daya, di sekitar serpihan badan pesawat.
Selain itu lumpur di dasar laut sangat menghambat, ketebalan lumpur bisa mencapai 1,5 meter.
Oleh karena itu, Tim Basarnas dan pihak terkait lainnya meminta dukungan moral dan doa dari seluruh keluarga korban, khususnya dan bangsa Indonesia umumnya agar pencarian korban yang belum ditemukan, serta CVR bisa segera ditemukan.
Pengalaman Air Asia
Jika mengingat pengalaman penanganan kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501 rute Surabaya-Singapura pada 28 Desember 2014 yang menewaskan 155 penumpang dan 7 awaknya waktu itu, agaknya keluarga korban bisa lega.
Pencarian korban dan evakuasi pesawat yang jatuh di titik koordinat 03?22`15"S - 109?41`28" atau 100 mil (160 kilometer) dari Tanjung Pandan, Belitung atau setelah 42 menit lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya pada pagi hari buta itu dihentikan pada 17 Maret 2015 atau sekitar tiga bulan lebih pencarian.
Basarnas saat itu secara resmi menghentikan pencarian korban, meski 56 jasad dari para korban tersebut masih belum ditemukan.
Artinya, jika melihat dari pengalaman itu, terbuka peluang pencarian dan evakuasi JT 610 bisa diperpanjang hingga tiga bulan juga.
Sementara itu, hingga Selasa (6/11), Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto (RS Polri) Jakarta telah menerima 163 kantong jenazah korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang.
"Per 6 November, untuk postmortem, kami telah terima 163 kantong jenazah," kata Wakil Kepala Operasi Tim Disaster Victim Identification (DVI) Kombes Pol Triawan Marsudi.
Dari 163 kantong jenazah yang masuk ke rumah sakit, menurut dia, tim DVI sudah memeriksa DNA yang berasal dari 429 bagian tubuh. Selain itu tim DVI total sudah menerima data antemortem dari 256 pelapor.
"Yang melaporkan data antemortem ada 256 pelapor yang terdiri dari data yang diterima RS Said Sukanto 213 pelapor dan di Polda Babel 43 pelapor," katanya.
Kemudian, Tim Disaster Victim Identification (DVI) Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, hingga saat ini (Selasa, 6/11) kembali berhasil mengindentifikasi 17 jenazah korban.
"Berkat doa dari keluarga dan semua orang, sore ini kami berhasil mengindentifikasi jenazah berdasarkan hasil sidang rekonsiliasi," kata Kepala bidang DVI Mabes Polri, Kombes Pol Lisda Cancer.
Proses identifikasi 17 jenazah itu ada yang melalui sidik jari, tetapi ada juga melalui DNA.
Dengan berhasilnya identifikasi 17 jenazah korban ini, maka tim DVI berhasil mengindentifikasi total 44 jenazah, diantaranya 33 jenazah berjenis kelamin laki-laki dan 11 jenazah berjenis kelamin perempuan.
Kepala Lab DNA Pusdokkes Tim Identifikasi Korban Bencana Kepolisian Indonesia, Komisaris Besar Polisi Putut Widodo juga menambahkan, jenazah korban pesawat terbang Lion Air nomor penerbangan JT 610 masih tetap bisa diidentifikasi meskipun membutuhkan waktu yang lama untuk ditemukan.
"Adapun belajar dari kasus sebelumnya, kecelakaan Air Asia (QZ 8501), kami bisa mengidentifikasi dengan waktu 1,5 bulan," kata dia.
Ia menyebutkan, jenazah dari penumpang pesawat ini berada di laut maka kondisi jenazah akan semakin buruk. Namun, proses identifikasi tersebut dilakukan dengan pemeriksaan DNA.
"Jangan khawatir DNA itu sel jumlahnya banyak. Kalau ada yang rusak lima mungkin tiga masih bisa diperiksa," katanya.
Karenanya, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen Arthur Tampi mengatakan proses identifikasi korban Lion Air JT610 akan dilakukan sampai tuntas, tidak akan ada kuburan massal.
"Sampai kapan pun kami akan terus melakukan proses identifikasi sampai tuntas, tidak akan ada kuburan massal," kata Arthur.
Artinya, meski nantinya operasi pencarian dihentikan pun, proses identifikasi tetap dilakukan sampai semua temuan bagian dari tubuh korban tersebut teridentikasi dengan baik dan benar. Jika demikian, harapan itu masih ada.*
Baca juga: Boeing keluarkan petunjuk manual respons kecelakaan Lion Air
Baca juga: Tidak ada temuan signifikan Lion Rabu ini
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harapan penemuan korban pesawat itu masih ada"
Post a Comment