Search

'Jeritan' Palu dan Bongkaran Tripleks dari Bukit Duri

Jakarta, CNN Indonesia -- Suasana jalan Taman Bukit Duri, Bukit Duri, Jakarta Selatan tampak lengang.

Namun dari sebuah gang, sayup-sayup terdengar suara palu bertalu, berbenturan dengan kayu-kayu. Terkadang pula suara tripleks diruntuhkan. Tidak hanya satu, beberapa warga terlihat membongkar hunian yang sudah mereka tinggali sejak lama. Sederhana, tapi penuh memori.

Jadi langganan banjir pun sudah dinikmati.


“Saya kebagian lantai tiga,” kata Muhammad Pakhotib, salah satu warga RT 1 RW 12 Kelurahan Bukit Duri. Ia termasuk dari mereka yang direlokasi ke Rusunawa KM 2, Cakung, Bekasi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menggusur sisa wilayah RW 12 Kelurahan Bukit Duri, yakni RT 1 sampai RT 4, yang lokasinya terletak di bantaran kali Ciliwung. Penggusuran rencananya dilakukan 10 Juli mendatang.

Mata Khotib, sapaan akrabnya, sesekali menerawang. Kadang ia menghentikan kegiatannya membongkar rumah sendiri, hanya untuk duduk termenung. Seakan mengenang hidupnya di sana. Sudah dua hari ia dan warga lain ‘mengucap perpisahan’ seperti itu pada Bukit Duri.

Maklum, sudah 31 tahun ia tinggal di sana.

Warga mulai membongkari rumahnya sendiri di Bukit Duri.Warga mulai membongkari rumahnya sendiri di Bukit Duri. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Kini Khotib dan lima anggota keluarganya harus benar-benar pindah. Menempati kamar di lantai tiga yang sebenarnya hanya untuk kapasitas empat orang. Sementara ia berenam. Istri satu dan anak empat. Bungsunya masih duduk di bangku STM dan terlanjur sekolah dekat situ.

Maka kepada CNNIndonesia.com Khotib menjelaskan, ia berencana mengontrak sementara di sekitar Bukit Duri. Apalagi air di Rusunawa KM 2 masih asin. Mau minum harus beli galon.

“Sebetulnya [soal relokasi] ya mau enggak mau, harus mau,” ungkapnya pasrah.

Kalau boleh memilih, ia lebih ingin diberi ganti rugi ketimbang relokasi. Masih teringat betul di kepalanya, Joko Widodo dahulu pernah menjanjikan ganti rugi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kelurahan bahkan sudah mendata harta benda milik warga.

Sebetulnya [soal relokasi] ya mau enggak mau, harus mau.Khotib, warga Bukit Duri
Rumah, wadah penampungan air, bahkan pepohonan sampai septic tank pun ikut didata.

Namun, kata Khotib, semua buyar saat Ahok menjabat. Tak ada ganti rugi, yang ada justru wacana penggusuran. Menurutnya, itu lebih merugikan warga ketimbang diberi ganti rugi.

Pertama, Khotib menyebut, menempati Rusunawa ia harus membayar sewa bulanan. Setiap bulan ia bisa keluar duit sekitar Rp700 ribu. “Sekali bayar sudah semua harusnya, listrik, air.”

Ia juga harus menempuh perjalanan lebih panjang untuk mencapai Pasar Jatinegara, tempatnya berjualan mi ayam gerobak. Ia mulai berjualan pukul 08.00 hingga 16.30. Saat tinggal di Bukit Duri, gerobak selalu ia bawa pulang. Tapi tinggal di Rusunawa tak memungkinkan itu.

Alhasil, Khotib berencana meninggalkan gerobak mie miliknya di pasar, yang tak tentu aman. Belum lagi, untuk itu ia harus membayar. Pengeluarannya jelas makin bertambah besar.


Keluhan yang sama disampaikan Amin, warga Bukit Duri yang juga berjualan mi ayam gerobak di Pasar Jatinegara. “Dampak jangka panjang, usia renta, Rusun Cakung sama Jatinegara jauh. Anak sekolah juga jauh. Kalau mau pindah tanggung,” kata Amin mengungkapkan.

Kata Khotib, jika mendapat ganti rugi ia berencana membeli rumah di Citayam atau Cibinong.

Rumah yang 'Pincang'

Khotib dan Amin adalah dua orang yang pasrah dengan rencana Wali Kota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi menertibkan bangunan di bantaran kali Ciliwung. Menurutnya, penertiban adalah bagian dari proyek normalisasi Ciliwung dan perlu dikebut jelang akhir masa kepemimpinan gubernur definitif, Oktober 2017. “Jangan sampai Oktober tidak selesai,” katanya.

Khotib mendapat surat peringatan untuk pindah sejak bulan Ramadan lalu.

Awalnya mereka akan direlokasi ke Rusunawa Marunda. “[Kami] dikumpulkan di kelurahan pas [bulan] puasa. Kami menolak karena di Marunda. Terus akhirnya di Cakung," katanya.

Penggusuran kawasan Bukit Duri sudah mulai September tahun lalu.Penggusuran kawasan Bukit Duri sudah mulai September tahun lalu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Mau tak mau, sedikit demi sedikit ia dan warga lain harus mengangkut harta benda yang dimiliki. Sudah sekitar empat hari Khotib membongkari rumah tinggalnya dahulu. Terkadang ia dibantu istrinya mengemasi barang di rumah yang berdirinya pun sudah ‘pincang’ itu.

Tak heran jika melihat RT 1 dan RT 2 Kelurahan Bukit Duri sekarang, sudah sepi. Sebagian besar rumah sudah dibongkar. Paling setiap hari ada beberapa yang sibuk berbenah dengan palu, mengambil material yang masih bisa dipakai atau bahkan dijual.

Kebanyakan rumah di sana terbuat dari kayu ringan dan tripleks, sehingga mudah dibongkar.


“Kalau untuk bongkar-bongkar sih inisiatif. Warga sadar memang kudu pindah. Nanti repot, keburu digusur, [padahal] material masih bisa dipakai," tutur tetangga Khotib, Amin.

Khotib lantas menggantungkan harapannya pada Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan yang dalam kampanyenya berjanji memberi rumah dengan DP nol persen pada warga Jakarta.

"Harapannya misi Anies yang rumah deret sama DP no persen itu," ucap Khotib polos. (rsa)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan 'Jeritan' Palu dan Bongkaran Tripleks dari Bukit Duri : http://ift.tt/2tKwp4E

Bagikan Berita Ini

0 Response to "'Jeritan' Palu dan Bongkaran Tripleks dari Bukit Duri"

Post a Comment

Powered by Blogger.