Search

Pasir Reklamasi dan Hilangnya 'Emas' Kampung Domas

Jane, kakek berusia 60 tahun berkumpul bersama warga lainnya di sebuah warung yang berada persis di tepi kali Tanjung Pontang, Desa Domas, Pontang, Kabupaten Serang, Banten.

Dia menceritakan ‘kejayaan’ bandeng di desanya tersebut, saat Tim CNNIndonesia.com ikut ‘nimbrung’, Selasa (13/6).

Saat itu, langit sudah gelap, Jane dengan logat Jawa Serang alias Jaseng, berkeluh kesah mengenai rusaknya tambak-tambak bandeng akibat abrasi di pesisi pantai desanya itu. Hampir setiap tahun, beberapa tambak hilang.


“Tambak cukup luas, abis karena abrasi. Banyak yang abrasi itu ratusan hektare di sini mah. Kira-kira ada 100 empang abis karena abrasi,” tutur pria itu.

Di sana, tambak lebih akrab dengan sebutan empang.

Tambak-tambak itu yang digunakan warga desa membudidayakan bandeng. Para penambak memanen bandeng-bandeng tersebut setelah empat bulan menebar bibit.

Seiring dengan rusaknya tambak-tambak akibat abrasi ini, kata Jane, penghasilan bandeng juga ikut menurun.

Menurut dia, petambak terus merugi setiap panen datang. Kondisi saat ini, menurutnya, berbeda 180 derajat dengan kondisi puluhan tahun silam.

Tak heran banyak warga desa yang menjual tambaknya ke orang lain. Para pembeli tambak ini berasal dari Serang, Tangerang hingga Jakarta. “Sudah nggak ada kerjaan di sini. Empang udah dijualin semua ke Serang dan Jakarta,” tutur Jane.

Kejayaan Penghasil Bandeng

Samin (63), teman sejawat Jane menuturkan, desanya sempat mengalami masa ‘kejayaan’ sebagai pengahasil bandeng. Tak salah bila Desa Domas disebut sebagai kampung bandeng. Ikan air payau itu menjadi penghasilan unggulan desa, yang dijual ke daerah lain.

Masa keemasan itu terjadi pada kurun waktu ’80-an, saat warga dari desa lain banyak yang hijrah ke desanya untuk bekerja di tambak-tambak milik warga. Tak hanya itu, ada juga warga yang berduyun-duyun datang untuk membali hasil budidaya tersebut.

“Orang sini usahanya tambak. Sampai orang luar pada kerja di sini. Orang itu dulu pake sepeda, ada ratusan orang, ambil ikan ke kampung Domas,” kata dia.

Pasir Reklamasi dan Hilangnya ‘Emas’ Kampung Domas (EMBGO-2)Tambak di Desa Domas, Serang, Banten. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono

Samin mengaku tak mengetahui secara pasti soal hasil bandeng, lantaran dirinya sempat merantau ke negeri seberang.

Terkikisnya pantai hingga tambak-tambak warga diperparah dengan aktivitas penambangan pasir. Penambangan pasir yang dilakukan sejumlah perusahaan ini untuk memasok kebutuhan reklamasi di Teluk Jakarta.


Pembuatan Pulau C dan D, milik PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Grup serta Pulau G, milik PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land mengambil pasir laut dari pesisir Kabupaten Serang.

Jane mengatakan, karena terus menurunnya pendapatan dari usaha tambak ini, ada beberapa warga yang beralih menjadi peternak ayam. Tak sedikit pula, warga Desa Domas merantau ke Jakarta untuk menyambung hidup yang semakin sulit di kampung halamannya.

Abrasi Menggerus Tradisi

Bukan hanya menggerus kondisi ekonomi warga, abrasi juga mengikis budaya warga Domas. Contohnya, kata Holid Mikdar, adalah kegiatan Maulid Nabi yang selalu menyajikan bandeng sebagai menu utama kini telah hilang.

Holid merupakan Ketua Front Kebangkitan Petani dan Nelayan. Dia aktif menggalang solidaritas warga atas penambangan pasir di lepas pantai Desa Domas hingga Lontar.

Menurut Holid, setelah banyak tambak yang hilang terkikis abrasi, penghasilan bandeng warga menurun drastis. Sehingga, kata dia, saat bulan menggelar Maulid Nabi, kini sajian utamanya ayam atau kambing.

“Budaya itu mulai ke sini diganti dengan ayam. Ikan udah nggak ada lagi,” tuturnya. “Empangnya abis, (buat) selametan itu belinya ayam sama kambing,” timpal Jane.

Pasir Reklamasi dan Hilangnya ‘Emas’ Kampung Domas (EMBGO)Pasir yang dikeruk diangkut untuk pembuatan pulai di Teluk Jakarta melalui proyek reklamasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Tak sampai di situ, Holid menyebut, saat berlimpahnya ikan-ikan di sini, warga Desa Domas hampir setiap tahun ada yang melaksanakan ibadah haji. Bahkan, menurutnya, warga bisa pergi haji hanya dengan memasang bubu (alat penangkap ikan) di saluran air sekitar tambak.

“Jadi enggak harus mendapatkan hasil panen tambak, cukup pasang bubu aja pergi haji. Karena sekali angkat bubu dipikul itu sampe meledak pikulannya itu. Berarti kan lebih dari satu kuintal. Bahkan satu malam itu dua kali angkat,” ungkapnya.


Cerita Holid itu langsung dibenarkan oleh Samin, warga lainnya. Samin mengatakan sempat merasakan bagaimana warga Desa Domas pergi haji dari hasil menangkap ikan dan panen dari tambak-tambak tersebut.

Menurut Holid, nama Desa Domas sesuai dengan kenyataan bahwa warga di wilayah tersebut cukup sejahtera dengan usaha tambak ini. Bila diartikan, jelasnya, dom bermakna jarum, sementara mas merupakan emas.

“Dulu waktu sejahteranya, makanya nama domas itu kan, dom, dom itu jarum, domnya aja emas. Domas, dom-nya aja emas (jarumnya saja emas),” tuturnya. </span> (asa)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Pasir Reklamasi dan Hilangnya 'Emas' Kampung Domas : http://ift.tt/2wVQXVN

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pasir Reklamasi dan Hilangnya 'Emas' Kampung Domas"

Post a Comment

Powered by Blogger.