Di sisi lain, pemerintah pusat, lewat Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan menegaskan bahwa sampai saat ini pihaknya belum menemukan alasan untuk menghentikan proyek tersebut. Namun, reklamasi saat ini tengah dihentikan sementara.
Di luar perdebatan batal atau berlanjutnya salah satu proyek yang diperjuangkan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu, reklamasi membutuhkan material urukan, baik pasir laut, batu-batuan hingga tanah merah yang tak sedikit.
Sejauh ini, baru tiga pulau buatan yang penampakannya sudah terlihat ke permukaan.Pulau tersebut di antaranya, pulau C dan D milik PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Grup serta Pulau G milik PT Muara Wisesa Samudra, milik Agung Podomoro Land.
Luas pulau buatan milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan itu yakni Pulau C, 276 hektare dan Pulau D 312 hektare.
Dalam Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi dan Pembangunan di atas Pulau C dan D PT Kapuk Naga Indah, tertuang jumlah kebutahan material urukan, baik pasir, batu hingga tanah merah.
Pasir Laut
Dari data yang diperoleh CNNIndonesia.com, PT Kapuk Naga telah menggunakan pasir laut, yang telah dipadatkan membentuk sebuah pulau, sebesar lebih kurang 30 juta m3, sementara mereka juga masih membutuhkan pasir sebanyak lebih kurang 24 juta m3.
Sedangkan untuk material batu, perusahaan properti itu sudah menggunakan batu-batuan sebanyak lebih kurang 825 ribu m3 dan masih membutuhan batu sekira 800 ribu m3.
Terakhir kebutuhan tanah merah yang diperuntukan untuk ruang terbuka hijau, mereka memerlukan sebanyak 330 ribu m3.
Meterial-material yang dibutuhkan itu diambil dari sejumlah wilayah di Banten dan Jawa Barat. Dari data Amdal, sumber pasir PT Kapuk Naga Indah diambil dari sekitaran perairan Desa Wargasara, Pulau Tunda hingga Desa Lontar, Kabupaten Serang, Banten.
Kemudian untuk batu-batuan, PT Kapuk Naga Indah mendapat pasokan dari wilayah Cigudeg dan Rumpin, Kabupaten Bogor; Ciwandan, Kota Cilegon, Bojonegara, Kabupaten Serang, Cikalong, Kabupaten Pandeglang, Banten. Sementara itu, untuk tanah merah sebagian besar diambil dari wilayah Banten.
Reklamasi Pulau D. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Sementara itu, perusahaan pemasok batu-batuan di antaranya PT Dewi Mayang Manik, PT Batujaya Makmur disuplai PM Sukma, PT Holcim Beton disuplai PT Sumbermas Prima Mandiri, PT Sani Persada Mandiri disuplai PT Sumbermas Prima Mandiri dan Two Season.
Selain itu, ada pula PT Yutai Trading disuplai PT Cemerlang Mandiri Abadi, CV Davida Antar Buana disuplai PT Karya Putra Indotara dan PT Sumber Gunung Maju disuplai PT Sumber Gunung Maju 1.
Proses reklamasi Pulau C dan D ini sempat dihentikan sementara oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena melanggar aturan perundang-undangan terkait lingkungan.
PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang pulau buatan itu diminta memperbaiki dokumen AMDAL.
Dibandingkan Pulau G, yang masih belum terbentuk 100 persen daratannya, Pulau C dan D sudah berdiri sejumlah bangunan, seperti hunian dan ruko-ruko bertingkat.
Tak hanya itu, jembatan penghubung dengan daratan Jakarta pun sudah berdiri. Tentu pendirian bangunan itu melanggar aturan lantaran mereka belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
IMB baru bisa diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta, setelah Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Nelayan terus menggelar demo untuk menolak proyek reklamasi yang berimbas pada kehidupan mereka. (CNN Indonesia/M Andika Putra
|
Perbaikan Amdal
Merespons sanksi yang dikeluarkan Kementerian LHK, PT Kapuk Naga Indah sudah memperbaiki dokumen Amdal.
Dokumen tersebut juga sudah diterima Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta. Dalam dokumen tersebut juga disertakan sumber material yang dibutuhkan PT Kapuk Naga Indah, sebagaimana perintah Menteri LHK, Siti Nurbaya.
“Dalam perintah menteri itu juga ada, agar disebutkan, dikaji sumber material. Berdasarkan itu, pas proses kita menanyakan dong ke pengembang. Yang sudah diproses kemarin itu kan yang C dan D dari PT Kapuk Naga Indah,” kata Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta, Andono Warih saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di kantornya, awal Juni 2017.
Andono menyebut, sejak awal pihaknya juga sudah mensyaratkan kepada para pengembang reklamasi di Teluk Jakarta.Menurut dia, dua syarat utama yang harus dipenuhi pengembang yakni, perusahaan pemasok material wajib mengantongi izin dari pemerintah daerah setempat dan sumber material tak boleh diambil dari wilayah Kepulauan Seribu.
“Satu hal yang pasti dari pemprov yang dua itu, pertama tidak diambil dari Kepulauan Seribu, dari luar wilayah DKI dan memiliki Amdal. Semuanya ini memang di luar Jakarta, ada perairan Serang,” tuturnya.
Selain meminta pengembang reklamasi memperbaiki AMDAL, Kementerian LHK juga memerintahkan Pemprov DKI Jakarta untuk membuat kembali Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) reklamasi di Teluk Jakarta.
Andono mengatakan, dokumen KLHS telah rampung disusun dan sudah diserahkan ke Kementerian LHK.
“KLHS kemarin sudah divalidasi sama kementerian, sudah ada itu kajiannya. Sudah diserahkan ke kementerian,” tuturnya. </span> (asa)
Baca Kelanjutan Sekali Keruk Pasir, Tiga Pulau Reklamasi Terlampaui : http://ift.tt/2vvQmvUBagikan Berita Ini
0 Response to "Sekali Keruk Pasir, Tiga Pulau Reklamasi Terlampaui"
Post a Comment