Dalam pernyataan sikap terkait genosida etnis Rohingya di Myanmar yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy menyebutkan, Pemerintah Indonesia pernah menyediakan penampungan sementara bagi pengungsi perang Vietnam di Pulau Galang, Batam, beberapa dekade silam.
"Meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk mempertimbangkan kemungkinan disediakannya sebuah kawasan atau daerah di Indonesia untuk menampung sementara pengungsi Rohingya," kata Bahtiar dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.
Pemerintah RI juga diminta mengevaluasi kebijakan diplomasi sunyi yang selama ini diterapkan kepada Myanmar. Kebijakan itu dinilai tidak berhasil mendesak Myanmar mengakhiri praktik genosida terhadap etnis Rohingya.
Muhammadiyah menilai, perkembangan terkini di Myanmar berpotensi mengancam situasi keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Ancaman itu berupa tumbuhnya kelompok perlawanan terhadap Myanmar, perdagangan manusia, serta imigran ilegal yang membanjiri kawasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut etnis Rohingya sebagai etnis yang paling menderita di muka bumi. Etnis minoritas ini ditolak di Myanmar dan tertindas di Bangladesh.
Mayoritas etnis Rohingya tinggal di Rakhine, salah satu bagian provinsi di Myanmar. Namun mereka tidak memiliki identitas kewarganegaraan Myanmar karena dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Sebaliknya, Bangladesh tidak mau menerima mereka karena dianggap sebagai warga Myanmar. Ketiadaan identitas ini menyebabkan mereka tidak memiliki akses pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal yang layak. Bahkan ruang gerak mereka dibatasi hanya pada lingkup geografis tertentu.
Sejak 1982, etnis Rohingya mengalami persekusi dan pengusiran berulang kali. Pada pekan ini, setidaknya 3.000 orang melarikan diri ke perbatasan Bangladesh karena kebrutalan yang dilakukan militer Myanmar.
Sementara jumlah korban dari etnis Rohingya mencapai kurang lebih 800 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.
|
"Sudah terbukti secara meyakinkan pemerintah Myanmar tidak bersedia menghentikan praktik genosida terhadap etnis Rohingya," kata Bahtiar.
Ormas keagamaan ini juga mendesak Pemerintah Bangladesh membuka perbatasan demi alasan kemanusiaan, sehingga memungkinkan etnis Rohingya menyelamatkan diri dari persekusi pemerintah Myanmar.
Muhammadiyah juga mendesak para aktivis HAM dan kemanusiaan di seluruh dunia untuk memberikan perhatian serius terhadap kasus genosida etnis Rohingya agar tragedi tersebut bisa diakhiri. Dalam konteks ini, Muhammadiyah menyatakan bersedia menjadi leading sector dalam mengorganisaskan kegiatan masyarakat ASEAN dan dunia untuk menggalang bantuan.
Bahtiar mengatakan, Muhammadiyah juga mendesak ASEAN untuk menekan Myanmar agar menghentikan praktik genosida terhadap etnis Rohingya. Menurutnya, jika dalam waktu yang dipandang cukup hal tersebut tidak dilakukan oleh Myanmar, maka wajar bagi ASEAN untuk mempertimbangkan pembekuan keanggotaannya di ASEAN.
"Karena besarnya jumlah korban, ASEAN perlu untuk tidak mengedepankan prinsip nonintervensi dan menggantinya dengan keharusan untuk ikut bertanggung jawab atas nasib dan melindungi etnis Rohingya," katanya.
Selain itu, kata Bahtiar, Muhammadiyah juga mendesak komite hadiah Nobel untuk mencabut penghargaan Nobel Perdamaian bagi Aung San Suu Kyi, salah seorang pemimpin terkemuka Myanmar. Suu Kyi dianggap memperburuk keadaan, alih-alih menunjukkan kesungguhan mengakhiri tragedi kemanusiaan di Myanmar.
Muhammadiyah juga mendesak Mahmakah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC) untuk mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas praktik genosida terhadap etnis Rohingya. </span> (pmg)
Baca Kelanjutan Muhammadiyah Minta RI Sediakan Penampungan Bagi Rohingya : http://ift.tt/2vCiLCsBagikan Berita Ini
0 Response to "Muhammadiyah Minta RI Sediakan Penampungan Bagi Rohingya"
Post a Comment