Menurut dia tak ada gunanya berdemo di salah satu situs kerajaan Budha terbesar di Indonesia itu. Apalagi demonstrasi tersebut dilatarbelakangi oleh peristiwa pembantaian ratusan etnis Rohingya yang terjadi di luar Indonesia, tepatnya di Rakhine, Myanmar.
"Buat apa, itu tidak etis, mau demo ke kerajaan Sriwijaya? Tidak ada gunanya, tidak nyambung," ujar Jimly saat ditemui di Gedung ICMI, Jakarta Pusat, Kamis (7/9).
Ia menyebut aksi demo hingga tuntutan pengusiran Duta Besar Myanmar untuk Indonesia sebagai hal yang berlebihan dan tak perlu dilakukan. Sebab, kata Jimly, rasa belasungkawa tidak pantas disampaikan dengan cara brutal hingga berujung pada tuntutan pengusiran.
Sikap seperti itu dinilai Jimly tak jauh berbeda dengan kekerasan yang dilakukan oleh rezim militer dan masyarakat sipil terhadap etnis Rohingya di Rakhine.
"Ya sama saja, sama kasar dan jahatnya. Kita bisa menolong dengan santun, membantu tanpa melalukan kekerasan yang serupa," kata dia.
Retno dinilai Jimly cukup gesit untuk menghentikan dan menangani peristiwa pembantaian yang terjadi di salah satu negara anggota ASEAN itu.
"Harusnya diapresiasi, janganlah peristiwa ini dihembuskan terlalu kencang. Kalau merasa prihatin ya bantu dengan cara yang benar, jangan ikut-ikutan mengecam," kata Jimly.
Demo di Candi Borobudur itu rencananya digelar Jumat (8/9) esok oleh Front Pembela Islam (FPI). Namun, setelah negosiasi, lokasi aksi akhirnya dipindah ke Masjid An-Nur.
Masjid yang terletak di kompleks Kantor Pemerintah Kabupaten Magelang itu berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Candi Borobudur. </span> (wis/asa)
Baca Kelanjutan ICMI Angkat Suara soal Demo FPI di Candi Borobudur : http://ift.tt/2vP9FCwBagikan Berita Ini
0 Response to "ICMI Angkat Suara soal Demo FPI di Candi Borobudur"
Post a Comment