Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kemenag, Mastuki mengatakan imbauan tersebut dilakukan pemerintah sebagai upaya pencegahan kesalahan penyampaian kata hingga pemahaman kepada masyarakat saat tengah mengisi ceramah berkonteks agama di ruang publik.
"Dalam seruan Menteri Agama ada syarat dan standarisasinya. Ada standar bahwa penceramah yang akan naik mimbar dan ruang publik punya kualifikasi tertentu, maka nilai keagamaan jadi penting dan pemahaman menjadi syarat penting," kata Mastuki kepada CNNIndonesia.com di Gedung TransTV, Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (18/7).
Ada pun syarat yang dikeluarkan, Mastuki mengungkapkan, penceramah merupakan seorang yang sudah berkualifikasi dan memiliki pengetahuan benar berdasar Islam. Kemudian, syarat pertama harus diiringi dengan cara penyampaian secara baik, begitu-pun penggunaan bahasa."Tidak berbenturan dengan norma ya, istilahnya [yang berbenturan norma itu] ada pemakaian kata jorok," kata Mastuki.
Lalu dengan kapasitas seorang pemuka agama, kata dia, seorang ustaz harus seorang warga negara yang diwajibkan menghargai perbedaan agama. Dengan begitu, dapat menjaga perasaan dan tidak menyinggung penganut agama lain, atau bahkan terjadi penodaan.
"Misal hanya atas nama Islam, kan banyak paham beda dan pendapat. Bagaimana seorang dai bisa tidak berada disatu pihak. Apalagi [negara] kita ini juga memiliki agama lainnya," ujar Mastuki.
"Tidak [ceramah] membawa [tema] unsur SARA. Ya, berkaitan dengan konteks bangsa."
Mastuki mengatakan setidaknya ada sembilan poin yang disepakati dan disebarkan tiga bulan lalu. Lebih lanjut, Mastuki mengatakan imbauan tersebut sejauh ini tak akan naik tingkat menjadi peraturan menteri (PM).
"Awalnya memang ingin dijadikam PM, tapi nanti kalau ada masalah kan langsung ke jalur hukum jadinya. Nah kalau pakai imbauan moral, yang menghukum ialah masyarakat," kata dia.
Hingga kini dengan diedarkan imbauan tersebut, ia menilai, belum semua acara di televisi nasional menggunakan. Bahkan, meski sudah disebarkan ke seluruh Indonesia, untuk kelas wilayah penerapannya baru terlihat di daerah Batam.Mastuki berharap kepatuhan terhadap imbauan itu bisa meminimalisasi terjadinya kembali insiden siaran ceramah televisi di mana ustaznya memilih kalimat, 'terdapat pesta seks di surga'.
Video soal penyebutan kalimat itu sempat menyebar di media sosial pada awal pekan ini dan menimbulkan pertanyaan publik. Syamsuddin Nur Makka, penceramah yang menyampaikan ihwal itu pada Sabtu (15/7) di acara Islam Itu Indah, pun sudah meminta maaf soal ini.
"Ini murni kesalahan Syam," kata Syam dalam permintaan maafnya.
Dia juga meminta maaf melalui media sosial mengenai hal tersebut.
[Gambas:Youtube]
Penyediaan Ustaz
Terhadap para pengusaha media massa, Mastuki mengatakan Kementerian Agama sebetulnya bisa merujuk ustaz atau ulama dengan kualifikasi tersebut untuk dakwah di media.
Lagipula, ia menuturkan, penceramah di bawah lembaga pemerintah diklaim sudah memiliki sertifikat. Sertifikasi itu, katanya, pun mana sudah disetujui juga oleh beberapa lembaga, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga organisasi massa Islam.
"Kami coba menawarkan, siap bersama-sama untuk urusan agama dan penerangan. Siapa penceramah yang layak, dari kapasitas dan kualifikasi keagamaan," kata Mastuki.
"Ini kami tawarkan lah ya agar masyarakat punya pengetahuan yang tepat, dan dari sisi unsur lainnya bisa kami diskusikan." (kid)
Baca Kelanjutan Kemenag Tanggapi soal Ustaz Ucap 'Pesta Seks di Surga' : http://ift.tt/2vhdLiSBagikan Berita Ini
0 Response to "Kemenag Tanggapi soal Ustaz Ucap 'Pesta Seks di Surga'"
Post a Comment