Kepala Seksi Perencanaan Prasarana Jalan dan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Riri Asnita mengatakan, sebuah trotoar ideal memiliki lebar minimal 1,5 meter, dan memiliki ketinggian 15 centimeter agar bisa membentuk kemiringan yang tidak terlalu curam untuk dilewati pengguna kursi roda.
"Tinggi trotoar juga tidak boleh terlalu tinggi, atau terlalu landai,” kata Riri kepada CNNIndonesia.com, Jumat (4/8).
Selain itu, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pembangunan trotoar harus memfasilitasi pejalan kaki yang memiliki keterbatasan fisik. Caranya dengan memberi ubin pemandu yang memiliki permukaan bergerigi dengan warna kuning mencolok.
Trotoar juga harus dilengkapi dengan fasilitas lain seperti lampu penerangan, kursi taman, dan juga tanaman.
Dinas Bina Marga DKI Jakarta, menurut Riri, juga tengah mengupayakan pembangunan ducting atau saluran utilitas, dengan luas akses masusk 1,2 x 1,8 meter dan kedalaman 2,3 meter di bawah trotoar.
"Jadi, saat pembangunan trotoar selesai, tidak ada lagi gali menggali untuk pemasangan fiber optic di atas maupun di dalam tanah. Semua harus masuk dalam ducting yang kami buat. Agar tidak semrawut, tidak dibongkar-bongkar lagi," kata Riri.
Trotoar sepanjang 80 km yang akan dibangun tersebut diutamakan dibangun di kawasan strategis yang menghubungkan kawasan utama, kawasan wisata dan pusat perekonomian atau transit oriented development (TOD).
Menurut Riri, masifnya pembangunan transpotasi publik saat ini percuma jika tidak ditunjang dengan keberadaan trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki.
Di Jakarta, kawasan TOD akan dibangun di 17 stasiun kereta api seperti Stasiun Cawang, Tebet, Manggarai, Jatinegara, Sudirman, Tanah Abang dan Palmerah. Dengan sistem ini, nantinya masyarakat akan dimudahkan untuk mengakses transportasi satu dengan transportasi lainnya yang saling terintegrasi.
"Makanya sekarang kami pun fokus (dengan pembangunan trotoar) di kawasan Jatinegara. Kawasan primer yang tingkatan pejalan kakinya itu memang cukup tinggi. Karena di situ ada stasiun kereta api, ada terminalnya, ada halte Transjakarta juga," kata Riri.
Tidak Merata
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut secara fisik kondisi trotoar di Jakarta belum memadai dan tidak merata, baik dari sisi dimensi, lebar, maupun kerataan trotoar.
Pengurus Harian YLKI Daryatmo menyebut sterilisasi trotoar dari pedagang kali lima (PKL) dan parkir kendaraan bermotor juga menjadi masalah.
"Beberapa pengaduan yang masuk ke YLKI biasanya soal trotoar yang digunakan untuk parkir atau digunakan pedagang," kata Daryatmo kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/8).
Daryatmo mengatakan perlu ada kejelasan tentang pihak yang bertanggung jawab terhadap pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan trotoar.
Kejelasan tanggung jawab itu, kata Daryatmo juga untuk memastikan tidak ada peralihan fungsi trotoar.
"Harus jelas siapa yang bangun, siapa yang mengelola, yang mengawasi, itu harus jelas," ucap Daryatmo.
YLKI mengusulkan agar proses sterilisasi trotoar dari PKL maupun parkir liar menjadi tanggung jawab wilayah, dalam ini kecamatan atau kelurahan.
"Di Kelurahan Pancoran itu saya lihat sudah mulai ada spanduk tulisannya trotoar untuk pejalan kaki, pelanggaran dikenakan denda sekian rupiah berdasarkan Perda transportasi DKI," ujar Daryatmo.
Dikatakan Daryatmo, kejelasan siapa yang bertanggung jawab trotoar menjadi hal yang lebih penting dan harus segera bisa dijawab oleh Pemprov DKI.
"Yang lebih penting itu tadi memperjelas tupoksi di trotoar itu, siapa yang bangun, maintenance, penegakkan hukum, terus kalau mau lapor, lapornya ke mana," katanya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Trotoar Ideal Versi Pemprov DKI Jakarta"
Post a Comment